1. PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)
Pada tahun
1903, bertempat di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya, Ki Ngabeni Surodiwirjo
membentuk persaudaraan yang anggota keluarganya disebut “Sedulur Tunggal
Ketjer”, sedangkan permainan Pencak
silatnya disebut “Djojo Gendilo”
Tahun 1912, Ki Ngabeni Surodiwirjo berhenti bekerja karrena merasa kecewa
disebabkan seringkali atasannya tidak menepati janji. Selain itu suasana mulai
tidak menyenangkan karena pemeintah Hindia Belanda menaruh curiga; mengingat beliau
pernah melempar seorang pelaut Belanda ke sungai dan beliau telah membentuk
perkumpulan Pencak silat sebagai
alat pembela diri, ditambah pula beliau adalah seorang pemberani, Pemerintah
Hindia Belanda mulai kwatir, beliau akan mampu membentuk kekuatan bangsa
Indonesia dan menentang mereka. Setelah keluar dari pekerjaannya, beliau pergi
ke Tegal.
Tahun 1914, Ki Ngabehi Surodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja di Djawatan
Kereta Api Kalimas, dan tahun 1915 pindah ke bengkel Kereta Api Madiun. Disini
beliau mengaktifkan lagi Persaudaraan yang telah dibentuk di Surabaya, yaitu
“Sedulur Tunggal Ketjer”, hanya pencak silatnya sekarang disebut “Djojo Gendilo
Tjipto Muljo”. Sedangkan pada tahun 1917, nama – nama tersebut disesuaikan
denngan keadaan zaman diganti menjadi nama “Perssaudaan Setia Hati”
Ki Hadjar Hardjo Oetomo
Salah satu murud Ki Ngabehi Surodiwirjo yang militan dan cukup tangguh, yaitu
Ki Hadjar Hardjo Oetomo mempunyai pendapat perlunya suatu organisasi untuk
mengatur dan menertibkan personil maupun materi pelajaran Setia Hati, untuk itu
beliau meohon doa restu kepada Ki Ngabehi Surodiwirjo. Ki Ngabehi Surodiwirjo
memberi doa restu atas maksud tersebut., karena menurut pendapat beliau hal –
hal seperti itu adalah tugas dan kewajiban anak muridnya, sedangkan tugas
beliau hanyalah “menurunkan ilmu SH”. Selain itu Ki Ngabehi Surodiwirjo
berpesan kepada Ki Hadjar Hardjo Oetomo agar jangan memakai nama SH dahulu.
Setelah mendapat ijin dari Ki Ngabehi Surodiwirjo, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada
tahun 1922 mengembangkan ilmu SH dengan nama Pencak silat Club
(P. S. C).
Karena Ki hadjar Hardjo Oetomo adalah orang SH, dan ilmu yang diajarkan adalah
ilmu SH, maka lama – kelamaan beliau merasa kurang sreg mengembangkan ilmu SH
dengan memakai nama lain, bukan nama SH. Kembali beliau menghadap Ki Ngabehi
Surodiwirjo menyampaikan uneg – unegnya tersebut dan sekalian mohon untuk diperkenankan
memakai nama SH dalam perguruannya. Oleh Ki Ngabehi Surodiwirjo maksud beliau
direstui, dengan pesan jangan memakai nama SH saja, agar ada bedanya. Maka Pencak silat Club
oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo diganti dengan nama “SETIA HATI MUDA” (S. H. M).
Peranan Ki Hadjar Hardjo Oetomo Sebagai Perintis Kemerdekaan
Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengembangkan ilmu SH di beberapa perguruan yang ada
pada waktu antara lain perguruan Taman Siswo, Perguruan Boedi Oetomo dan lain –
lain. Dalam mengajarkan ilmu SH beliau diantaranya adalah menamakan suatu sikap
hidup, ialah “kita tidak mau menindas orang lain dan tidak mau ditindas oleh
orang lain”. Walaupun pada waktu itu setiap mengadakan latihan tidak bisa
berjalan lancar, karena apabila ada patroli Belanda lewat mereka segera
bersembunyi; tetapi dengan dasar sikap hidup tersebut murid – murid beliau
akhirnya menjadi pendekar – pendekar bangsa yang gagah berani dan menentang
penjajah kolonialisme Belanda. Dibandingkan keadaan latihan masa lalu yang
berbeda dengan keadaan latihan saat ini, seharusnya murid – murid SH lebih baik
mutu dan segalanya dari pada murid – murid SH yang lalu. Melihat sepak terjang
murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang dipandang cukup membahayakan, maka
Belanda segera menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo bersama beberapa orang
muridnya, dan selanjutnya dibuang ke Digul. Pembuangan Ki Hadjar Hadjo Oetomo
ke Digul berlangsung sampai dua kali, karena tidak jera – jeranya beliau
mengobarkan semangat perlawanan menentang penjajah.
Selain membuang Ki Hadjar hardjo Oetomo ke Digul, Pemerintah Hindia Belanda
yang terkenal dengan caranya yang licik telah berusaha memolitisir SH Muda
dengan menjuluki SHM bukan SH Muda, melainkan SH Merah; Merah disini maksudnya
adalah Komunis. Dengan demikian pemerintah Belanda berusaha menyudutkan SH
dengan harapan SH ditakuti dan dibenci oleh masyarakat dan bangsa Indonesia.
Menanggapi sikap penjajah Belanda yang memolitisir nama SH Muda dengan nama SH
Merah, maka Ki Hadjar Hardjo Oetomo segera merubah nama SH Muda menjadi
“Persaudaan Setia Hati Terate” hingga sampai sekarang ini.
Melihat jasa – jasa Ki Hadjar Hardjo Oetomo tersebut, maka pemerintah Indonesia
mengakui beliau sebagai “Pahlawan Perintis Kemerdekaan” , dan memberikan uang
pensiun setiap bulan sebesar Rp. 50.000,00 yang diterimakan kepada isteri
beliau semasa masih hidup.
Setelah meninggal dunia, beliau dimakamkan di makam “Pilangbango”, yang
terlatak di sebelah Timur Kotamadya Madiun, dari Terminal Madiun menuju ke arah
Timur. Beliau mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu seorang putri yang
diperisteri oleh bapak Gunawan, dan Seorang putra yang bernama bapak “Harsono”
sekarang berkediaman di jalan Pemuda no. 17 Surabaya. Ibu Hardjo Oetomo
meninggal pada bulan September 1986 di tempat kediamannya, di desa Pilangbango
Madiun.
Rumah beliau, oleh Bapak Harsono dihibahkan kepada Persaudaraan Setia Hati
Terate pada akhir tahun 1987 dengan harga Rp. 12,5 juta. Rencana Pengurus
Pusat, bekas rumah kediaman pendiri Persaudaraan SH Terate tersebut akan
dipugar menjadi “Museum SH Terate” agar generasi penerus bisa menyaksikan
peninggalan pendahulu – pendahulu kita sejak berdiri sampai dengan
perkembangannya saat ini.
Akhir kata, sebelum kita menutup bacaan ini sebagai rasa hormat dan rasa
kasih kita terhadap beliau berdua, marilah kita berdoa dalam bahasa kita
masing – masing.
Empat Tingkatan Ban / Sabuk Untuk Jenjang Siswa Sbb :
1. Ban / Sabuk Tingkat Polos (Hitam)
2. Ban / Sabuk Tingkat Jambon ( Merah Muda )
3. Ban / Sabuk Tingkat Hijau
4. Ban / Sabuk Tingkat Putih Kecil
2.IKS PI Kera Sakti
Perguruan IKS PI Kera Sakti yang berpusat di Madiun
Jawa Timur ini merupakan perguruan beladiri beraliran kung fu untuk gerakan
beladirinya tetapi untuk kerohaniannya lebih cenderung ke Banten dan ulama
Jawa. Berdiri pada tanggal 15 Januari 1980 di Jl. Merpati No. 45, Kelurahan
Nambangan Lor, Kecamatan Mangunharjo, Kodya Madiun oleh bapak R Totong
Kiemdarto dengan gerakan beladiri kung fu aliran utara dan selatan yang
dipelajarinya dari pendekar aliran kung fu China yang ada di Indonesia.
Adapun nama dari perguruan ini semula adalah
IKS PI (Ikatan Keluarga Silat "Putra Indonesia) tetapi
ketika perguruan mulai berkembang diberi nama tambahan "Kera Sakti"
dibelakangnya. Hal ini adalah karena masyarakat maupun murid-murid perguruan
ini lebih mengenal nama jurus perguruan yaitu teknik jurus keranya daripada
nama asli perguruan. Untuk itu selanjutnya dalam memudahkan pencarian identitas
perguruan sekaligus secara tidak langsung menambah wibawa nama perguruan maka
disebutlah IKS PI Kera Sakti.
Bapak Totong Kiemdarto lahir pada tanggal 20 Oktober 1953 di Madiun. Sebagai
pendiri sekaligus guru besarnya, ia mengajarkan pelajaran silat monyet dan
kerohanian untuk memantapkan fisik dan iman siswa dan siswi yang selaras dengan
tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yang
sehat lahir maupun batin dan berjiwa pancasila.
Pada mulanya perguruan ini hanya dikenal di lingkungan masyarakat desa
Nambangan Lor saja tetapi pada sekitar 1983 beberapa murid angkatan I dan II
mulaimengembangkan ajaran perguruan di beberapa tempat, yaitu SMAN 3 Madiun,
Lanuma Iswahyudi dan Dempel. Baru kemudian menyusul berkembang ditempat lain
yang tidak saja di wilayah eks Karesidenan Madiun tetapi juga diluar Madiun.
Didalam metode latihan IKS PI Kera Sakti terdapat 5 tahapan penting untuk
mencapai tingkatan tertinggi,yaitu:
I. Tingkat Dasar I Sabuk Hitam
II. Tingkat Dasar II Sabuk Kuning
III. Warga Tingkat I Sabuk Biru
IV. Warga Tingkat II Sabuk Merah
V. Warga Tingkat III Sabuk Merah Strip Emas
3.Perisai Diri
Pak Dirdjo (panggilan akrab RM Soebandiman
Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan
Keraton Paku Alam. Beliau adalah putra pertama dari RM Pakoe Soedirdjo, buyut
dari Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu Pencak silat yang
ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih
teman-temannya di lingkungan daerah Paku Alaman. Di samping Pencak silat beliau
juga belajar menari di Istana Paku Alam sehingga berteman dengan Wasi dan
Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau
Bandiman oleh teman-temannya ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang
telah didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu. Karena ingin
meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche
Kweekschool) atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, beliau
meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan
berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur.
Di sana beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama
dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar,
beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan
hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup,
beliau kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab.
Beliau juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya
membuat beliau tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti
mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Beliau
yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik,
maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu
silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka
perguruan silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa
yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San
namanya. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hoo
Tik Tjay. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar
legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan
salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia.
Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas
dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di
Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa
lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin)
ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan
dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie
San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya
sebagai murid.
Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki
Hajar Dewantoro (Bapak Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo
mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah
kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan
sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak silat, yang
dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk
mengembangkan Pencak silat,
Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga diminta
untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas
Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal
berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya adalah Ir Dalmono yang saat ini
berada di Rusia, Prof Dr Suyono Hadi (dosen Universitas Padjadjaran Bandung),
dan Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan Pencak silat dikenal
dengan nama panggilan Mas Wuk.
Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur,
Urusan Pencak silat.
Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM,
bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak silat Indonesia)
yang diketuai oleh Ir Dalmono.
Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama,
yakni mengembangkan dan menyebarluaskan Pencak silat sebagai
budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di
Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam
Romelan, beliau mendirikan kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan
mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat
Eko Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan
beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya
saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan
sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru
menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang
dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa
gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
Dengan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera", Perisai Diri diterima oleh
berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Pada tahun 1969, Dr Suparjono, SH, MSi (Ketua Dewan Pendekar periode yang lalu)
menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari
AD/ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama
Bambang Mujiono Probokusumo, Totok Sumantoro, Mondo Satrio dan anggota Dewan
Pendekar lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap
organisasi Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia
PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan
juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang mana sebelumnya
berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah
beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Perisai
Diri juga dibuat dari hasil usulan Suparjono, Both Sudargo dan Bambang
Priyokuncoro, yang kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh Pak Dirdjo.
Tanggal 9 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang
Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai
Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh
pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Dengan
di bawah koordinasi Ir Nanang Soemindarto sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat,
saat ini Kelatnas Indonesia Perisai Diri memiliki cabang hampir di setiap
provinsi di Indonesia serta memiliki komisariat di 10 negara lain. Untuk
menghargai jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia
menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman
Dirdjoatmodjo.
4.Merpati Putih
Merpati putih (MP) merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang Indonesia yang pada awalnya merupakan ilmu keluarga Keraton yang diwariskan secara turun-temurun yang pada akhirnya atas wasiat Sang Guru ilmu Merpati Putih diperkenankan dan disebarluaskan dengan maksud untuk ditumbuhkembangkan agar berguna bagi negara.
Awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro kemudian ke BPH Adiwidjojo (Grat I). Lalu setelah Grat ke tiga, R. Ay. Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri, seni beladiri ini mempunyai dua saudara lainnya. yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra. Dan untuk seni beladiri diturunkan kepada Gagak Handoko (Grat IV). Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun ke Mas Saring lalu Mas Poeng dan Mas Budi menjadi PPS Betako Merpati Putih. Hingga kini, kedua saudara seperguruan lainnya tersebut tidak pernah diketahui keberadaan ilmunya dan masih tetap dicari hingga saat ini ditiap daerah di tanah air guna menyatukannya kembali.
Pada awalnya ilmu beladiri Pencak silat ini hanya khusus diajarkan kepada Komando Pasukan Khusus ditiap kesatuan ABRI dan Polisi serta Pasukan Pengawalan Kepresidenan (Paspampres).
Didirikan pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta, mempunyai kurang lebih 85 cabang dalam negeri dan 4 cabang luar negeri dengan jumlah kolat (kelompok latihan) sebanyak 415 buah (menurut data tahun 1993 yang tersebar di seluruh Nusantara dan saat ini mempunyai anggota sebanyak kurang lebih dua setengah juta orang lulusan serta yang masih aktif sekitar 100 ribu orang dan tersebar di seluruh Indonesia
Sang Guru Merpati Putih adalah Bapak Saring Hadi Poernomo, sedangkan pendiri Perguruan dan Guru Besar sekaligus pewaris ilmu adalah Purwoto Hadi Purnomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Mas Budi) sebagai Guru Besar terakhir yaitu generasi ke sebelas (Grat XI).
Tingkatan dan Latihan
Ada dua belas tingkatan di dalam PPS Betako Merpati Putih ini. Tingkatan-tingkatan dalam PPS Betako Merpati Putih dimulai dengan:
Tingkat Dasar I, tingkatan pertama masih berstatus calon anggota, walaupun telah berseragam baju atau kaos berwarna putih, celana hitam, kerah baju merah dengan label nama diri di dada namun sabuk masih putih polos.
Tingkat Dasar II, tingkatan kedua dan seterusnya telah memakai seragam anggota tanpa nama diri dengan lambang IPSI dan lambang Merpati Putih di dada serta bersabuk merah polos.
Tingkat Balik I, sabuk merah (tanpa strip) dengan lambang Merpati Putih di salah satu ujungnya.
Tingkat Balik II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah di salah satu ujungnya.
Tingkat Kombinasi I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip jingga di salah satu ujungnya.
Tingkat Kombinasi II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip kuning di salah satu ujungnya.
Tingkat Khusus I (Khusus Tangan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip hijau di salah satu ujungnya.
Tingkat Khusus II (Khusus Kaki), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip biru di salah satu ujungnya.
Tingkat Khusus III (Khusus Badan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip nila di salah satu ujungnya.
Tingkat Penyegaran, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip ungu di salah satu ujungnya.
Tingkat Inti I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip putih di salah satu ujungnya.
Tingkat Inti II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah dan putih di salah satu ujungnya.
Para anggota berlatih paling tidak dua kali dalam seminggu di suatu Kelompok Latihan atau biasa disebut Kolat. Setiap kali latihan memakan waktu sekitar kurang-lebih dua jam. Pada tiap tahun, yaitu tepatnya setiap Tahun Baru 1 Suro atau 1 Muharam, seluruh anggota dari Sabang sampai Merauke diperbolehkan mengikuti dan berkumpul bersama-sama anggota lainnya di Yogyakarta, tepatnya di pantai Parang Kusumo untuk latihan bersama dari semua Tingkatan. Juga diadakan Napak Tilas di daerah Bukit Manoreh. Acara ini sudah merupakan tradisi di dalam perguruan Pencak silat ini yang berguna untuk mengetahui dan dapat bertukar pikiran antar anggota satu dengan anggota lainnya.
Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) pada tiap tingkatan dibedakan berdasarkan wilayah. Pada tingkat Dasar I hingga Balik II dilaksanakan di Cabang (Pengcab). Pada UKT Tingkat Kombinasi I menuju Kombinasi II dilaksanakan di Daerah (Pengda). Sedangkan UKT untuk tingkat Kombinasi 2 keatas dilaksanakan di Pusat (Parangkusumo, Yogyakarta) baik anggota dalam negeri maupun luar negeri.
5.Tapak Suci Putra Muhammadiyah
Sebelum kelahiran Tapak Suci
Tahun 1872, di Banjarnegara lahir seorang putera dari KH.Syuhada, yang kemudian diberi nama Ibrahim. Ibrahim kecil memiliki karakter yang berani dan tangguh sehingga disegani oleh kawan-kawannya. Ibrahim belajar pencak dan kelak menginjak usia remaja telah menunjukkan ketangkasan Pencak silat. Setelah menjadi buronan Belanda, Ibrahim berkelana hingga sampai ke Betawi, dan selanjutnya ke Tanah Suci. Sekembalinya dari Tanah Suci, menikah dengan puteri KH.Ali. Ibrahim kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari ibadah haji, Ibrahim masih menjadi buronan Belanda, sehingga kemudian berganti nama menjadi KH.Busyro Syuhada. Pondok Pesantren Binorong, berkembang pesat, di antara santri-santrinya antara lain : Achyat adik misan Ibrahim, M. Yasin adik kandung dan Soedirman, yang kelak menjadi Jenderal Besar.
Tahun 1921 dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, KH. Busyro bertemu pertama kali dengan dua kakak beradik ; A.Dimyati dan M.Wahib. Diawali dengan adu kaweruh antara M.Wahib dengan Achyat (kelak berganti nama menjadi H. Burhan), selanjutnya kedua kakak beradik ini mengangkat KH. Busyro sebagai Guru.
KH. Busyro Syuhada kemudian pindah dan menetap di Yogyakarta sehingga aliran Pencak silat Banjaran, yang pada awalnya dikembangkan melalui Pondok Pesantren Binorong kemudian dikembangkan di Kauman, Yogyakarta. Atas restu Pendekar Besar KH. Busyro, A. Dimyati dan M.Wahib diizinkan untuk membuka perguruan dan menerima murid. Tahun 1925 dibukalah Perguruan Pencak silat di Kauman, terkenal dengan nama Cikauman. Perguruan Cikauman, dipimpin langsung oleh Pendekar Besar M. Wahib dan Pendekar Besar A. Dimyati.
Tersebutlah M. Syamsuddin, murid Cikauman yang dinyatakan berhasil dan lulus, diizinkan untuk menerima murid dan mendirikan Perguruan Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan seorang Pendekar Muda M. Zahid yang mempunyai seorang murid andalan bernama Moh. Barrie Irsyad.
Pendekar Moh. Barrie Irsyad, sebagai murid angkatan ke-6 yang telah dinyatakan lulus dalam menjalani penggemblengan oleh Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati. Kemudian mendirikan Perguruan KASEGU. Kasegu, merupakan senjata khas yang berlafal Muhammad yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barrie Irsyad.
Kelahiran Tapak Suci
Atas desakan murid-murid Perguruan Kasegu kepada Pendekar Moh. Barrie Irsyad, untuk mendirikan satu perguruan yang mengabungkan perguruan yang sejalur (Cikauman, Seranoman dan Kesegu). PERGURUAN TAPAK SUCI berdiri pada tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta. Ketua Umum pertama Tapak Suci adalah H.Djarnawi Hadikusumo.
Setelah berdiri Tapak Suci menerima permintaan untuk membuka cabang di daerah-daerah. Secara otomatis TAPAK SUCI menjadi wadah silaturahmi para pendekar yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Pada tahun 1964, ketika itu Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH.Ahmad Badawi, Tapak Suci diterima menjadi organisasi otonom Muhammadiyah. Nama perguruan menjadi Tapak Suci Putera Muhammadiyah, disingkat Tapak Suci.
Keluarga I Tapak Suci berdiri di Jawa Timur, lalu disusul di Sumatera Selatan, dan Jakarta. Kini Tapak Suci telah menyebar ke Singapura, Belanda, Jerman, Austria, dan Mesir.
Terdapat tiga kategori tingkatan:
Siswa dasar(Kuning Polos)
Siswa Satu(Kuning melati cokelat satu)
Siswa Dua (Kuning melati cokelat dua)
Siswa Tiga(Kuning melati cokelat tiga)
Siswa Empat(Kuning melati cokelat empat)
Kader dasar(Biru Polos)
Kader Muda (Biru Melati Merah Satu)
Kader Madya(Biru Melati Merah Dua)
Kader Kepala(Biru Melati Merah Tiga)
Kader Utama(Biru Melati Merah Empat)
Pendekar Muda(Hitam Melati Merah Satu)
Pendekar Madya(Hitam Melati Merah Dua)
Pendekar Kepala(Hitam Melatih Merah Tiga)
Pendekar Utama(Hitam Melati Merah Empat)
Pendekar Besar(Hitam Melati Merah Lima)
6.Pagar Nusa
Nama lengkap organisasi ini adalah Ikatan Pencak silat Nahdlatul
Ulama’ Pagar Nusa disingkat IPSNU Pagar Nusa. Sedangkan Pagar Nusa sendiri
merupakan akronim dari Pagar NU dan Bangsa.
IPSNU Pagar Nusa adalah satu - satunya wadah yang sah bagi organisasi pancak
silat di lingkungan Nahdlatul Ulama’ berdasarkan keputusan Muktamar.
Organisasi ini berstatus lembaga milik Nahdlatul Ulama’ yang penyelenggaraan
dan pertanggungjawabannya sama sebagaimana lembaga - lembaga NU lainnya.
Status resmi kelembagaan inilah yang menjadikan Pagar Nusa wajib dilestarikan
dan dikembangkan oleh seluruh warga NU dengan mengecualikan pencak silat atau
beladiri lainnya.Segala kegiatan yang berhubungan dengan Pencak silat dan
beladiri dengan segenap aspeknya dari fisik sampai mental, dari pendidikan
sampai sistem pengamanan dan lain - lain merupakan bidang garapan bagi lembaga
ini.
VISI DAN MISIPagar Nusa ber-Aqidah ala Ahlussunnah wal Jama’ah dengan asas
organisasi Pancasila. Pagar Nusa mengusahakan :
Berlakunya Ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah di tengah-tengah
kehidupan negar kesatuan Repubil Indonesia yang ber-Pancasila.
Pelestarian, pembinaan, dan pengembangan Pencak silat baik
seni, beladiri, mental spiritual, maupun olahraga / kesehatan khususnya di
lingkungan NU maupun di lingkungan warga bangsa lain pada umumnya.
ANGGOTA
Keanggotaan diatur dalam Peraturan Dasar dengan kriteria mudah yaitu warga
Nahdlatul Ulama’ :
Mulai kanak - kanak sampai sesepuh ( batasan usia )
Dari yang belum mengenal Pencak
silat sampai yang mahir ( batasan kemampuan )
Sistem penjenjangan anggota dll, disesuaikan dengan kemampuan, usia, dan
kebutuhan
Materi Pencak silat.
Materi Pencak silat Pagar
Nusa Bakudi susun oleh tim yang terdiri dari dewan dan sumber lain dari
berbagai aliran asli dari seluruh Indonesia seperti Cimande, Cikaret, Cikampek,
Cikalong, Minang, Mandar, Mataram, dll. secara sistematis dengan metode modern.
Penyusunan jurus baku, baik fisik maupun non fisik dilakukan secara bertahap,
memakan waktu bertahun - tahun dan sampai kini masih dilakukan penggalian -
penggalian untuk paket selanjutnya.
Materi baku telah dilengkapi Buku Panduan bergambar, Kaset, dan VCD, dapat
dibeli di bagian perlengkapan pusat.
FISIK BAKU
Gerak Dasar
Paket Kanak - kanak ( setingkat TK )
Paket I A & B ( setingkat SD )
Paket II A & B ( setingkat SMP )
Paket III A & B ( setingkat SMU )
Paket Beladiri ( setingkat perguruan tinggi )
Pencapaian jurus fisik baku menjadi tolak ukur tingkatan sebagai jenjang
latihan. Warna Dasar Badge pada sabuk tingkatan menyesuaikan dengan
penjenjangan tersebut.
Pendalaman = Seni Festival, Lomba, dll.
= Beladiri Terapan, Keamanan, dll.
= Olahraga Pertandingan, Senam Massal, dll.
= Kesehatan Pijat, Pernafasan, Obat, dll.
= Dan Lain - Lain.
NON FISIK BAKU
Ijazah
Jurus Asma’ul Husna
Jurus Taqorrub
Pendalaman = Pengisian Badan Langsung / Instan
Pengisian Bertahap Sesuai Jurus
Pengisian Barang
Pengobatan Non Fisik
Atraksi
Do’a
7.Satria Muda Indonesia
Kita sama-sama mendengar dan melihat sejarah bangsa kita berjuang untuk merdeka adalah perjuangan para Pendekar. Modal yang digunakan salah satunya adalah Ilmu Pencak silat.
Oleh sebab itu perlu kiranya kita sebagai penerus kemerdekaan untuk mengembangkan Seni Bela Diri Tradisi bangsa kita yaitu Pencak silat, terutama di sekolah. Agar kiranya Budaya Bangsa Pencak silat ini tidak pernah mati dan selalu mengibarkan semangat juang bagi peserta didik serta memiliki rasa bangga akan Sejarah perjuangan Bangsa.
Oleh sebab itu kami Perguruan Pencak silat Satria Muda Indonesia adalah salah satu unsur Organisasi yang dalam pendiriannya mempunyai maksud yang murni untuk turut serta di dalam pelestarian Pencak silat sebagai budaya bangsa serta sebagai wahana dalam menyiapkan ksatria-kastria bangsa dI Negara Republik Indonesia telah membuat sebuah program dalam bentuk latihan Pencak silat dalam program Ekstrakulikuler di sekolah.
Dasar Kegiatan
Perguruan Pencak silat Satria Muda berazaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 bersifat independent dan tidak terikat kepada salah satu Partai Politik atau Organisasi beraliran politik.
Pengertian Satria Muda adalah Pendekar yang kuat lahir dan bathin, pemberani dan Ksatria, bijaksana dan sopan santun, berbudi luhur dan kasih sayang, penuh cinta serta berbakti kepada tanah air dan Tuhan Yang Maha Esa.
Maksud dan Tujuan
Tujuan Program Ekstrakulikuler Pencak silat Satria Muda Indonesia :
Menghimpun, melestarikan dan mengembangkan aliran seni Budaya Pencak silat Tradisional Indonesia yang berada di Wilayah Nusantara Khususnya di Riau.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan mutu dan prestasi Pencak Silat sebagai sarana menempa generasi muda untuk menjadi Pendekar Bangsa khususnya bagi Peserta maupun anak didik yang berada di sekolah-sekolah Yayasan Cendana Propinsi Riau.
Melatih dan mendidik para siswa tentang keilmuan Pencak silat, filosofi Pencak Silat, Semangat Juang Pencak silat, dan mental Pencak silat.
Mengembangkan Organisasi Perguruan yang dikelola secara lebih profesional untuk tercapainya kemandirian organisasi, meningkatkan mutu dan prestasi Pencak Silat sebagai jati diri Bangsa yang Tumbuh dan berkembang sesuai perkembangan jaman dan menjadikan Pencak silat Tuan
Dinegeri Sendiri sebagai kebanggaan Bangsa Indonesia.
Metode Latihan dan Materi Latihan
Metode yang diberikan dalam pelatihan ini bermacam-macam disesuaikan dengan
materi yang, beberapa metode itu dapat berupa :
Latihan Lapangan ( Peragaan/ Praktek Lapangan )
Ceramah dan Diskusi ; Untuk materi Teknik Kepelatihan Sejarah Silat, Filosofi maupun Patriotisme dan Problem Solving.
Latihan Simulasi / Sparring dan Try Out
dll.
Materi yang akan diajarkan dalam latihan adalah :
Pencak Silat Prestasi, yaitu berupa :
Pencak Silat Laga / Tanding
Pencak Silat Seni ( Tunggal/ Ganda/ Regu )
Pencak Silat Tradisi, yaitu berupa :
Pencak Silat Aliran Kumango, dan Harimau ( dari Sumatera Barat )
Pencak Silat Aliran Cikalong, dan Cimande ( dari Jawa Barat )