Direktur Inovasi, Kerja Sama dan Kealumnian ITS Dr Eng Kriyo Sambodho ST MEng mengungkapkan bahwa saat ini budaya transfer teknologi dan riset inovasi di ITS sedang dalam tahap pengembangan. Oleh karena itu, dosen Teknik Kelautan ITS ini menambahkan, STP hadir sebagai solusi dan bukti bahwa ITS siap menggencarkan hilirisasi produk serta memberikan transfer teknologi melalui satu wadah.
“Hadirnya hilirisasi serta transfer teknologi melalui STP ini juga sebagai jawaban atas tantangan presiden (Presiden RI Joko Widodo, red) menuju ekonomi Indonesia peringkat empat dunia pada 2045,” ujar dosen yang terbiasa disapa Dodot ini mengingatkan.
Menurut Dodot, hal di atas akan mudah terwujud jika riset di perguruan tinggi dapat dihilirisasi dalam bentuk lisensi. STP ITS sendiri, berdasarkan Rencana Strategis ITS, pada 2025 akan mendorong ITS menuju kampus riset dan inovasi, serta pada 2035 akan menuju kampus technopreneur. “Sehingga, sebagai jawaban, dalam jangka waktu dekat ITS harus banyak menghilirisasi hasil penelitiannya,” tandas alumnus Teknik Kelautan ITS ini.
Dari pihak industri, General Manager Unit PJB Academy PT Pembangkit Jawa Bali Ir Agus Bagyo Hartadi MM menambahkan, hilirisasi produk tidak dapat dilakukan sepihak oleh perguruan tinggi. Yang mana, menurut Agus, produk riset dan inovasi dari kampus dapat diimplementasikan pada sektor unggulan seperti industri. “Hal ini guna memperluas manfaat agar diterima masyarakat lebih menyeluruh serta memperbanyak dampak hasil yang diperoleh,” tutur alumnus Universitas Brawijaya ini.
Agus melanjutkan, pihak kampus dan industri dapat melakukan banyak kolaborasi. Seperti memberikan bantuan alat teknologi, saling memberikan pembelajaran hingga penggembangan SDM, juga ragam hal lain yang memerlukan andil kedua pihak. “Dalam hal ini, untuk mempermudah hilirisasi produk, maka pihak industri dan perguruan tinggi wajib untuk berkolaborasi,” ungkapnya mengingatkan juga.
Mengambil Contoh dari Negara Jiran
Sebagai saudara serumpun, Malaysia berada jauh di atas Indonesia dalam hal inovasi (data Global Innovation Index 2019). Secara global, kini Indonesia hanya sanggup mencapai peringkat 85. Sementara Malaysia sudah bertengger dalam peringkat 35. Menurut Dodot, selisih kedua negara ini sangat jauh padahal masih berada dalam satu rumpun.
Menanggapi hal itu, Vice President of Innovation and Technology Managers Association Prof Ir Dr Sivarao Subramonian MEngSC menyampaikan, peneliti (Indonesia) saat ini harus lebih membuka mata terhadap permasalahan masyarakat. Sivarao mengungkapkan, ia kerap berjumpa dengan peneliti yang cerdas akan tetapi masih bingung dalam berinovasi dan melihat kebutuhan masyarakat.
Saat ini, lanjut pria asal Malaysia tersebut, perlu adanya perubahan yang mendasar atas pola pikir dan budaya yang dianut para peneliti. Dalam hal ini, Sivarao menekankan, peneliti harus mencari gambaran secara menyeluruh terlebih dahulu atas riset yang ia lakukan, apakah akan menyentuh masyarakat atau tidak. Selanjutnya tinggal mencari motivasi, dukungan, serta pendanaan. “Tidak kalah penting ialah riset terus dikembangkan agar senantiasa dirasakan segala lapisan masyarakat (hilirisasi, red),” tuturnya. (dik/HUMAS ITS)
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2019/12/18/its-siap-gencarkan-hilirisasi-produk-riset-inovasi/