Ketimpangan Gender Yang Dialami Perempuan

access_time | label Opini

 “ Jadi perempuan itu harus bisa masak “

“ Perempuan kok bangun siang “

“ Kamu lo perempuan yang seharusnya mengerjakan hal ini bukannya laki - laki “

Sebagai anak perempuan satu – satunya diantara dua anak laki – laki, saya sudah sering mendengar pernyataan – pernyataan diatas. Mirisnya hal tersebut dilakukan oleh anggota keluarga sendiri yakni nenek saya. Misalnya apabila saya menolak untuk melakukan pekerjaan rumah, maka beliau akan marah. Berbeda dengan kedua saudara laki – laki saya yang justru dibiarkan dan dimaklumi sebab mereka adalah laki – laki. Kemudian saya juga sering mendengar omelan “perempuan kok bangunnya siang” dibanding “laki – laki kok bangunnya siang”. Beberapa kisah lain pun menunjukkan bagaimana penekanan terhadap perempuan terus dilakukan. Bagaimana perempuan harus didikte begini dan begitu sementara lelaki tidak.

Kalau berbicara mengenai ketimpangan gender memang tidak akan ada habisnya. Menurut data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memegang skor tertinggi dalam indeks ketimpangan gender se – ASEAN. Semua gender dirugikan akan sistem ini namun secara keseluruhan, wanita dan anak perempuanlah yang sering menjadi korban dari tindakan tersebut. Ketimpangan gender atau gender inequality tidak hanya terjadi di ruang publik, namun juga di lingkungan keluarga seperti yang saya alami. Budaya patriarkis yang sudah terlanjur mendarah daging turut melanggengkan fenomena ini. Dalam struktur masyarakat yang patriarkis, perempuan ditempatkan pada posisi subordinat dimana perempuan menjadi manusia nomor dua yang berada dibawah laki – laki dari segi apapun. Alhasil munculah kesenjangan dan ketimpangan yang membuat perempuan menjadi terkungkung dan tidak mendapat hak – hak yang semestinya.

Jika menilik lagi kebelakang, pengkotak – kotakan peran berdasarkan gender sudah ditanamkan secara perlahan sejak kita masih kecil. Stereotype atau rules tentang bagaimana laki – laki dan perempuan harus berperan muncul melalui label - label seperti “ini pekerjaan laki – laki” dan “ini pekerjaan perempuan”. Seringkali hanya anak perempuan saja yang diajarkan mengenai pekerjaan domestik hingga kemudian munculah anggapan bahwa nyapu, ngepel, dan segala kegiatan yang berhubungan dengan membersihkan rumah itu tugas perempuan. Hal ini lalu berlanjut ke arah yang lebih ekstrem yaitu mempertanyakan bahkan melarang keputusan perempuan untuk meraih pendidikan tinggi karena toh ujung – ujungnya cuma ngurus anak dan kerja didapur. Padahal menurut saya, bersih – bersih rumah adalah tugas bersama setiap anggota keluarga. Lagipula hal itu merupakan sebuah basic life skill yang wajib dikuasai semua orang baik laki – laki maupun perempuan. Mengenai pendidikan, perlu diketahui bahwa setiap manusia dilahirkan dengan hak – hak yang sama. Maka dari itu sudah semestinya laki – laki dan perempuan memperoleh kesempatan dan akses yang setara. Bukan hanya dalam hal pendidikan, karier, ekonomi, dan lain - lain. Akan sangat disayangkan apabila kemampuan dan kualifikasi mumpuni yang dimiliki seseorang harus terjegal oleh jenis kelamin mereka.

Hal diatas hanyalah sedikit dari banyak kasus ketimpangan yang diakibatkan oleh budaya patriarkis. Mengutip dari Ade Irma Sakina dan Desy Hasanah dalam jurnal Menyororti Budaya Patriari Di Indonesia, praktik budaya patriarki menyebabkan berbagai masalah sosial di Indonesia – Seperti merujuk pada definisi masalah sosial dari buku karangan Soetomo, masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan terjadi oleh sebagai besar dari warga masyarakat- yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian.   

 

Kredit Foto:

<a href='https://www.freepik.com/vectors/people'>People vector created by freepik - www.freepik.com</a>


Sumber:

Abdul Hadi. (21 Januari 2021). Apa Itu Seksisme dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari – Hari. Tirto,id. Diakses pada 21 Februari 2022, dari https://tirto.id/apa-itu-seksisme-dan-contohnya-dalam-kehidupan-sehari-hari-f9si

Gender Inequality Affects Everyone. (30 Maret 2021). www.vic.gov.au. Diakses tanggal 21 Februari 2022, dari https://www.vic.gov.au/gender-inequality-affects-everyone

Jane L. Pietra. ( 23 Juni 2019). “Pekeerjaan Laki – laki” dan “Pekerjaan Perempuan”. Apa Bedanya?, 5(12). Buletin.k-pin.org. diakses tanggal 22 Februari 2022, dari https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/427-pekerjaan-laki-laki-dan-pekerjaan-perempuan-apa-bedanyan

Ketimpangan Gender Indonesia Tertinggi di ASEAN, Singapura Terendah. (13 Desember 2021). databoks.katadata.co.id. diakses tanggal 21 Februari 2022, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/14/ketimpangan-gender-indonesia-tertinggi-di-asean-singapura-terendah

Sakina, A.I. & A, D.H.I. Tanpa tahun. Menyoroti Budaya Patriarki Di Indonesia. Social Work Jurnal, 7(1),71 – 78

Tresia, Y.M. (8 Agustus 2017). Bagaimana Caranya Menjadi Perempuan. Magdalena.co. diakses tanggal 21 Februari 2022, dari https://magdalene.co/story/bagaimana-caranya-menjadi-perempuan

Tags

Penulis

Luthfiana

Komentar