Firda, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa Kecamatan Gunung Anyar merupakan lokasi dengan pengurangan luas hutan mangrove tertinggi se-Surabaya, yakni sebesar 120 hektare atau setara 52 persen dari luasan awal. “Angka ini didapat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsu pada 2018,” terang lulusan Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini.
Perubahan guna lahan yang tidak tepat ini tentunya dapat menimbulkan dampak negatif bagi keberlanjutan ekologis. Perumahan dan apartemen yang dibangun di kawasan ini dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah akibat pengadaan air tanah. Selain itu, Kecamatan Gunung Anyar tergolong rawan abrasi karena gelombang air lautnya yang tinggi. Tak heran Walikota Surabaya, Dr (HC) Ir Tri Rismaharini MT, sangat menggalakkan penanaman mangrove di kawasan tersebut.
Sebagai solusi, Firda menggunakan R software untuk menunjang penelitian tugas akhirnya. Pada awalnya, ia mengaku cukup kesulitan dalam proses eksekusi karena harus belajar dari nol. Mengingat di PWK ITS sendiri belum pernah dilakukan penelitian sejenis dengan menggunakan aplikasi ini.
Terdapat tiga tahapan dalam analisis R software. Analisis tersebut meliputi ordinasi Multidimensional Scaling (MDS), simulasi Monte Carlo, dan Levering Factor. Ordinasi MDS adalah proses menentukan koordinat posisi tiap obyek dalam suatu peta multi dimensi. Hasil dari analisis MDS berisi tentang koordinat X dan Y pada masing-masing objek di kuadran MDS yang menggambarkan status keberlanjutan dari ekologis.
Kemudian, untuk memastikan hasil MDS valid, dibutuhkan analisis lanjutan yakni simulasi Monte Carlo guna menguji tingkat kepercayaan dari suatu nilai. Langkah terakhir dari rangkaian analisis R software adalah analisis leverage yang berfungsi untuk melihat variabel yang paling berpengaruh pada keberlanjutan ekologis kawasan konservasi mangrove Gunung Anyar.
Namun, sebelum data dianalisis di dalam R software, diperlukan pencarian variabel yang berpengaruh melalui wawancara pada beberapa ahli dengan teknik Delphi. “Proses ini perlu dilakukan agar data yang dihasilkan lebih valid dan bisa dibandingkan dengan hasil software nantinya,” tutur mahasiswa yang merampungkan studinya pada semester tujuh ini.
Dalam proses wawancara, ada beberapa pihak yang Firda libatkan. Diantaranya yaitu dosen Departemen Biologi ITS sebagai akademisi, Badan Perencanaan Kota (Bappeko), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil ordinasi MDS, nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologis pada kawasan konservasi mangrove Kecamatan Gunung Anyar menunjukkan skor indeks terendah sebesar 9,05027 dan tertinggi sebesar 12,23795. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan konservasi mangrove Gunung Anyar masuk dalam kategori paling buruk atau tidak berkelanjutan berdasarkan teori Kavanagh dan Pitcher.
Faktor-faktor yang paling berpengaruh menurut analisis leverage adalah tekanan lahan mangrove, fungsi konservasi mangrove, keberhasilan penanaman kembali, dan penduduk sekitar. Kemudian, dilakukan analisis triangulasi dengan membandingkan kondisi saat ini, kebijakan, dan praktik yang tepat. “Hal ini akan menentukan rekomendasi yang relevan bagi kawasan konservasi mangrove Gunung Anyar kedepannya,” tambahnya.
Hasil analisis R software pada penelitian Firda menunjukkan secara gamblang bahwa kondisi keberlanjutan ekologis kawasan konservasi mangrove Gunung Anyar masih jauh dari kata ideal. Perlu adanya upaya konservasi yang lebih ketat lagi untuk memperbaiki kondisi saat ini.
Di akhir, Frida memberikan rekomendasi berupa pembangunan ekowisata mangrove di Gunung Anyar yang terintegrasi sebagai solusi terbaik. Solusi ini juga menjadi jalan tengah dari kepentingan alam dan ekonomi. Namun, perlu diingat bahwa dalam penerapan ekowisata perlu ada kebijakan khusus agar kegiatan wisata tersebut tidak menambah beban bagi keberlanjutan ekologi. (ram/lut)