Tiba-tiba, mungkin itulah kata paling pas untuk menggambarkan keadaan WhatsApp, platform sosial media yang diakusisi oleh Facebook. Tidak tanggung-tanggung nilai akusisi mencapai Rp 220 trilyun. Apa yang membuat WhatsApp begitu seksi, sehingga Facebook rela merogoh kocek dalam-dalam untuk memiliki aplikasi instant messaging yang penggunanya sudah lebih dari 400 juta orang
Dari Gelandangan Sampai Office Boy
Di Amerika jangan kira hidupnya serba mudah. Hanya bermodal subsidi pemerintah, jatah makan pun dari pemerintah setempat. Setiap hari ia mengantri bersama warga penerima subsidi lain, agar mendapat makanan gratis. Hidup bertapkan langit beralaskan tanah, kira-kira itu gambaran kehidupan Jan Koum saat itu.
Untuk menyambung hidup dan memiliki penghasilan, Jan Koum bekerja sebagai tukang bersih-bersih supermarket, alias office boy. Ditengah kesulitan yang dialaminya, ibunya didiagnosa kanker. Jan Koum pantang menyerah. Sambil mencari penghasilan, ia memutuskan mengambil kuliah di San Jose University. Ditengah jalan ia drop out karena lebih senang belajar programming, ilmu yang sesuai passionnya, secara otodidak.
Nekat Masuk Yahoo
Semakin hari kemampuan Jan Koum meningkat. Dengan keahliannya, Jan Koum memutuskan untuk melamar kerja di Yahoo. Tanpa modal ijasah karena ia drop out. Ternyata ia diterima kerja di Yahoo. Jan Koum diposisikan sebagai engineer. Ia bekerja di yahoo selama 10 tahun. Di Yahoo ia semakin berkembang, karena bekerja di bidang yang sesuai dengan passionnya. Di Yahoo juga ia bertemu kawan yang kelak menjadi partnernya dalam membangun WhatsApp, Brian Action.
Sukses Di WhatsApp Tetap Rendah Hati
Kini, WhatsApp menjelma menjadi aplikasi messaging dengan pengguna terbanyak di dunia (selain Blackberry Messenger dan Facebook), bahkan jumlah penggunanya mengalahkan twitter. Facebook pun secara resmi mengakuisisi perusahaan milik Jan Koum dengan nilai pembelian Rp 220 Trilyun.