Tak perlu Malu, IQ Tinggi Bukanlah Patokan Kecerdasan

access_time | label Lainnya

Tak perlu minder kalau hasil tes IQ-mu nggak sesuai harapan, belum tentu IQ tinggi memastikan kamu cerdas luar biasa.

1. Fungsi asli tes IQ bukanlah mengukur kecerdasan. Melainkan untuk melihat kesesuaian antara umur dengan kepribadian


Tes IQ pertama kali muncul tahun 1900-an oleh Alfred Bined dan Theodore Simone untuk mengukur kemampuan mental. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tahun 1912, penelitian dilanjutkan oleh William Stern, untuk mengetahui kesesuaian antara usia anak dengan kepribadiannya selama ini. Tes ini dilakukan kepada anak sebelum usianya 15 tahun. Kenapa berhenti di usia 15? Karena di usia itu anak dianggap sudah memasuki usia dewasa, sehingga mentalnya lebih stabil.
Jadi sejak awal, tes IQ yang kita kenal sekarang sebenarnya bukanlah ditujukan untuk mengukur kecerdasan seseorang.

2. Sekarang tes IQ digunakan untuk mengukur kecerdasan. Padahal dulu IQ digunakan untuk mengukur keterbelakangan mental


Saat ini, ada beberapa standar untuk menentukan IQ-mu masuk kategori apa. Score 70-90 termasuk kategori low, 90-120 termasuk rata-rata, dan 120 ke atas termasuk kategori jenius. Padahal dulunya, bukan score yang tinggi yang menjadi perhatian, melainkan nilai yang rendah. Seseorang dikatakan mengalami keterbelakangan mental bila score IQ dibawah 70.

3. Ada yang jago matematika, ada yang jago menggambar. Otak manusia tak bisa ditentukan kecerdasannya dalam kerangka hitam-putih saja


Tes IQ dianggap kurang relevan, karena lebih fokus pada karakteristik matematika. Nggak heran kalau orang-orang yang IQ-nya tinggi biasanya bergelut di bidang teknologi atau ilmu pasti. Padahal setiap orang memiliki bidang yang berbeda-beda. Einstein boleh jago rumus-rumus matematika dan fisika, tapi sang ilmuwan mengalami kesulitan di bidang bahasa. Penerapan satu standar untuk menentukan kecerdasan seseorang ini dianggap nggak fair, karena nggak semua orang suka matematika bukan?

4. Katanya kalau IQ-nya tinggi, soal apapun bisa dikerjakan dengan cepat. Padahal Einstein yang secerdas itu pun terkenal lamban menjawab pertanyaan


Saat mengikuti tes IQ, waktu adalah hal yang sangat menentukan. Inti dari tes itu adalah kamu diminta mengerjakan beberapa soal dalam waktu yang terbatas. Nah, dari sini muncul anggapan bahwa seseorang yang IQ-nya tinggi bisa menjawab pertanyaan dengan cepat. Belum tentu. Ketika sebuah pertanyaan dilontarkan, bahkan orang yang cerdas pun butuh waktu untuk memikirkan atau mengingat jawabannya dan memikirkan ulang untuk meyakinkan apakah itu jawaban itu sudah benar.

5. Hasil IQ tak selalu tepat dan menggambarkan “apa adanya” dirimu. Bahkan score IQ bisa berubah-ubah setiap waktu


Ada banyak hal yang menentukan score tes IQ-mu. Kalau kamu sedang kurang enak badan atau sedang dalam kondisi psikologis yang buruk, mengerjakan soal-soal tentu memberatkan. Karena inilah, tes IQ bisa berubah-ubah setiap waktu. Selain itu, tes IQ mungkin bisa menunjukan potensimu. Apakah kamu berbakat di bidang matematika, ataukah bahasa, ataukah seni. Tapi score tes IQ sama sekali nggak berkaitan dengan kebahagiaan apalagi moral. Yang IQ-nya lebih rendah, belum tentu lebih gagal daripada yang IQ-nya lebih tinggi.

6. IQ Albert Einstein hanya separuh dari orang yang IQ-nya tertinggi di dunia. Hayo kira-kira siapa?


Einstein selalu menjadi rujukan orang ber-IQ tinggi. Namun ternyata, Sebenarnya ada beberapa sumber mengenai berapa score IQ Einstein. Ada yang bilang 160, ada juga yang percaya 180. Yang jelas dengan tingkat kecerdasannya itu, dia berhasil menemukan teori relativitas dan berbagai teori penting yang kita pakai sampai saat ini. Tapi nyatanya banyak lho orang yang IQ-nya lebih tinggi dari Einstein.
Seorang insinyur di Korea Selatan, Kim Ung Yong memiliki IQ 210. Pegawai NASA blasteran Jepang – Amerika, Christoper Hirata memiliki IQ 225. Sementara orang paling jenius sedunia adalah William James Sidia, si anak ajaib yang IQ-nya mencapai 300. Wow!

7. IQ bisa menentukan kesuksesan seseorang di masa depan itu mitos semata. Butuh lebih dari sekadar IQ tinggi untuk bisa berjaya


Mitos yang beredar selama ini memang kecerdasan seseorang menentukan kesuksesan di masa depan. Padahal dari kasus Einstein saja sudah terlihat bahwa itu bukan kenyataan. Meski Einstein punya IQ 160 – 180, tapi yang membuatnya terkenal adalah hasil pemikiran dan teori relativitasnya. Bila Einstein nggak menemukan teori relativitas, mungkin namanya tak setenar sekarang. Lalu bandingkan dengan William James Sidis yang memiliki IQ tertinggi di dunia. Dibanding Einstein, kesuksesannya tentu tak seberapa.

Tags

Penulis

Anggun Prastiwi
SMK NEGERI 2 KARANGANYAR

Artikel Terkait

Komentar