Lelaki yang akrab disapa Galih ini mengungkapkan bahwa perjuangannya dalam mewujudkan beton ramah lingkungan ini bermula dari penelitian yang sudah ia lakukan bersama tim riset geopolimer di Laboratorium Material dan Struktur Gedung (LMSG) yang terletak di Kampus ITS Manyar. “Awal perjalanan riset ini kami mulai sejak tahun 2018, tujuan utamanya yaitu menghasilkan beton yang memiliki daya tahan lebih baik dari pada beton konvensional, ” jelasnya.
Lebih lanjut, berangkat dari upaya untuk memanfaatkan limbah batu bara di Indonesia yang berupa fly ash tipe C, dibutuhkan pengembangan lebih lanjut agar dihasilkan mutu yang tinggi. Dengan mengambil sampel dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Galih dan timnya mencoba mengembangkan pengolahan fly ash dengan metode pencampuran terpisah.
Sehingga alumina silika pada fly ash dapat bereaksi dengan sempurna, kemudian ditambahkan akselerator agar dihasilkan kualitas yang baik. Apabila sudah mencapai mutu dan standar yang ditentukan maka hasilnya bisa dijadikan elemen pada struktur pelabuhan. “Riset juga kami tekankan mengenai aspek pemanfaatan alkali aktivator dalam beton geopolimer, reaksi fly ash dengan bahan alkali aktivator, metode pencampuran, dan dampak terhadap lingkungan,” terang mahasiswa angkatan 2017 ini.
Selain itu, Galih juga berhasil membuktikan bahwa beton yang ia buat mampu menggunakan kadar Kalsium (Ca) sebesar 27 persen. Lebih baik dari beton geopolimer pada umumnya yang berbahan dasar fly ash tipe-C dengan kadar Kalsium (Ca) hanya 19 persen. “Selain kadar persennya yang membedakan, metode pengolahan yang kami kembangkan membuat beton menjadi tidak mudah kering dan semakin baik kualitasnya,” beber mahasiswa asal Blitar ini.
Rangkaian inovasi yang Galih rancang bersama tim sudah diadu dalam berbagai ajang perlombaan dan berhasil membuahkan hasil yang memuaskan. Beberapa kompetisi itu diantaranya adalah juara pertama Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) BUILDYEAR 2019 di Universitas Sebelas Maret (UNS), medali emas dari ajang bergengsi International Science Technology Engineering and Competition (ISTEC) 2020 di Bandung, dan medali perunggu pada ASEAN Innovation Science and Entrepreneur Festival (AISEF).
Kesuksesan dari seorang Galih tak lepas dari langkah awal yang ia lalui. Langkah pertama adalah mencari bidang dimana kita bisa unggul dan tertarik di dalamnya. Dalam teknik sipil sendiri terdapat banyak cabang ilmu yang bisa diambil seperti struktur beton, manajemen konstruksi, geoteknik dan masih banyak lainnya. “Kalau saya pribadi lebih memilih untuk mendalami ilmu beton, karena memang lebih mampu dan mudah dipahami,” paparnya.
Setelah memilih dan mendapatkan bidang yang sesuai, lanjut ke tahap belajar dan menekuninya. Tentunya, menekuni bidang yang disukai akan lebih mudah dilakukan. Galih juga menjelaskan bahwa penting untuk mencari rekan lomba yang sama-sama mempunyai semangat berkompetisi.
Selain memiliki visi yang sama untuk berkolaborasi meraih prestasi terbaik, adanya tim yang unggul juga dapat melengkapi kekurangan sesama anggota tim. “Tak lupa, kunci dari segalanya yaitu senantiasa berdoa agar segala yang diusahakan bisa mendapatkan hasil yang maksimal,” ujarnya.
Selama mengikuti berbagai kompetisi, Galih dan timnya juga mempunyai suka duka tersendiri. Salah satunya dalam persiapan menentukan komposisi optimum & proses pencampuran beton. Pada saat lomba, barang yang dibawa pun cukup sulit karena prototipe beton mencapai berat sepuluh kilogram. “Tapi semua itu terbayar saat pengumuman lomba dan mendapatkan hasil yang maksimal,” tuturnya saat telewicara kepada kru ITS Online.
Di akhir, Galih menambahkan bahwa dari awal sampai saat ini, inovasi yang sudah dilakukan kurang lebih berfokus pada penentuan komposisi optimum dan pengembangan metode pencampuran yang lebih aplikatif. “Selanjutnya, untuk pengembangan dari beton geopolimer ini kedepannya akan diuji durabilitas atau ketahanannya terhadap air laut agar bisa dimanfaatkan lebih baik lagi,” pungkas Galih. (zar/lut)