Ketiganya adalah Eko Rian Fauzi, Mia Dwi Susanti dan Arinditya Berlinda. Ketiga mahasiswa yang tergabung dalam tim bernama Armies tersebut merasa perlu untuk turut mengambil peran dalam menekan penularan Covid-19. Pasalnya, semenjak pandemi ini mewabah, dunia industri banyak yang terkena imbasnya hingga harus gulung tikar.
Eko Rian Fauzi, Ketua Tim Armies mengungkapkan, meskipun sejak Juni lalu pemerintah menerapkan masa adaptasi kebiasaan baru (new normal) untuk memulihkan roda perekonomian di Indonesia, namun dampak kebijakan ini rupanya malah menambah klaster baru penyebaran Covid-19. “Kami menilai metode presensi menggunakan fingerprint menjadi salah satu penyebab menyebarnya virus. Oleh karena itu, Co-Saber hadir sebagai solusi,” ujarnya optimistis.
Co-Saber sendiri terdiri dari dua perangkat yaitu Smartband dan Smart Detector yang dihubungkan oleh koneksi internet. Smartband didesain khusus menyerupai gelang yang akan dipakai oleh pekerja. “Alat tersebut berfungsi untuk melakukan pemantauan riwayat perjalanan pekerja, sehingga alat ini disertai dengan Global Positioning System (GPS),” paparnya.
Sedangkan Smart Detector, lanjut Eko, dipakai sebagai alat presensi nonkontak sebelum pekerja memasuki lokasi kerja. Untuk meminimalisir kontak fisik, maka disematkanlah fitur face detection untuk mengidentifikasi pekerja yang melakukan presensi. “Pada perangkat ini juga terdapat sensor suhu berbasis sinar inframerah untuk mengukur suhu tubuh pekerja tanpa melakukan kontak fisik,” tambah pemuda asal Probolinggo tersebut.
Untuk cara kerjanya, pertama, sensor ultrasonik akan mengidentifikasi adanya seseorang di depan perangkat. Jika terdeteksi, nantinya kamera akan mengambil citra wajah pekerja tersebut. “Kemudian hasilnya akan diproses menggunakan teknologi face detection untuk mengetahui identitas pekerja yang melakukan presensi,” jelasnya.
Selanjutnya, riwayat perjalanan pekerja tersebut akan diambil dari Cloud Storage dan diidentifikasi secara otomatis apakah pekerja tersebut mengunjungi satu atau lebih lokasi pada daftar hitam Covid-19. Hasil identifikasi suhu dan lokasi yang dikunjungi akan diolah kembali dan ditampilkan oleh indikator.
Berkat ide cemerlang tersebut, baru-baru ini teknologi Co-Saber yang mereka gagas telah berhasil meraih juara pertama dalam kompetisi nasional yang diadakan oleh IT Telkom Purwokerto, beberapa waktu lalu. Selain kerja sama tim, Eko menuturkan bahwa dosen Departemen Teknik Instrumentasi berperan penting dalam menelurkan gagasan ini. “Khususnya Bu Sefi Novendra sebagai dosen pembimbing kami, yang banyak memberikan saran dan masukan dalam mengembangkan Co-Saber ini,” imbuhnya.
Eko mengungkapkan bahwa sebelumnya sudah ada teknologi serupa pada 2014 silam, khususnya dalam penggunaan face detection sebagai presensi online. Yang membedakan dengan kajian tersebut, teknologi Co-Saber dilengkapi dengan fitur pengukuran suhu tubuh dan identifikasi riwayat perjalanan, sehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini.
Dengan adanya teknologi ini, Eko berharap dapat membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih jauh dari sentuhan teknologi dan terancam berhenti beroperasi akibat pandemi yang tak kunjung menemui muaranya. “Kami juga berharap dengan pengaplikasian teknologi ini di dunia industri, pekerja dapat lebih disiplin dengan tidak mengunjungi tempat berisiko terjadi penularan virus,” pungkasnya. (chi/HUMAS ITS)