1. Seiring pertambahan usia, tanggungan semakin besar sementara penghasilan masih saja pas-pasan. Ekspektasi dan realita benar-benar tak sejalan
Apa yang kamu pikirkan setelah resmi memulai pekerjaan pertama? Harus gigit jari karena kenyataannya sudah bekerja belum tentu banyak uangnya? Faktanya, bekerja sekian lama ternyata gajimu masih segitu-segitu saja. Bila kamu sudah galau soal hal ini, pola pikirkmu sudah berubah. Dulu kamu tak keberatan dengan gaji kecil, selama bisa untuk makan dan jalan-jalan. Sekarang, kamu paham bahwa banyak kebutuhan menanti di depan yang bukan sekadar untuk senang-senang. Mulai dari asuransi kesehatan, rencana mencicil rumah, hingga keinginan untuk membahagiakan orang tua, semuanya mulai dipikirkan.
2. Banting tulang dari pagi sampai malam. Waktu habis untuk pekerjaan. Apakah kerja keras memang harus menggadaikan segala hal?
Demi mengejar jam, kamu berangkat pagi buta. Pulangnya pun saat matahari sudah tenggelam, itu juga kalau tidak ada acara lemburan. Akhir pekan juga belum tentu istirahat. Kadang ada lembur ataupun cari pekerjaan sampingan. Awalnya kamu mungkin senang, karena merasa sudah punya kesibukan yang menghasilkan. Namun semakin lama, segalanya mulai terasa menekan karena waktumu habis untuk pekerjaan. Kamu rindu masa-masa bisa tidur-tiduran dengan santai di akhir pekan. Atau saat-saat kamu nongkrong dengan teman-teman, karena nyatanya kini kamu mulai kesepian. Lalu kamu pun sempat berpikir ulang: apakah mencari uang harus sebegininya?
3. Sementara kamu sibuk mengejar impian, waktu pun terus berjalan. Kamu mulai bertanya-tanya, berapa lama yang kamu lewatkan hingga rambut orang tua sudah penuh uban?
Karier, pendapatan, rencana S2 ke luar negeri, semuanya terasa begitu mengasyikan. Kamu begitu sibuk mengejar ini dan itu. Hingga satu waktu, kamu sadar bahwa selama kamu sibuk mengejar impian, kedua orang tua pun semakin menua. Berapa lama waktu yang kamu habiskan dengan ngobrol dengan mereka? Ataukah kamu hanya sekadar menanyakan kabar dan bergegas tidur karena badan sudah terlalu lelah setelah seharian bekerja? Berapa kali kamu tidak mengangkat saat Mama menelepon dengan alasan nanti-nanti saja? Nah, sekarang kamu mulai menyesalinya bukan? Seiring kamu dewasa, kamu akan sadar bahwa keluarga harus menjadi prioritas utama.
4. Ada kalanya pekerjaan terasa sangat memuakkan. Ini dan itu membosankan, hingga kamu pun bertanya apa yang sebenarnya kamu ingin kerjakan
Sesenang-senangnya kamu pada satu bidang, menjadikannya pekerjaan tidak selamanya menyenangkan. Tetap saja ada bad-work-day atau hari-hari overload yang membuatmu nyaris gila. Bila sudah begini, ini itu yang kamu lakukan terasa salah. Semakin diperbaiki, justru semakin salah. Lalu kamu akan bengong di depan komputer, mempertanyakan segala hal yang sudah kamu lakukan. Bukan berarti kamu harus membuat lompatan seperti pindah karier atau banting stir dari pegawai jadi pengusaha. Namun, pada momen yang tepat, kamu memang akan memikirkannya. Apakah kamu sudah berada di jalur yang tepat, ataukah kamu sedang di terminal transit dan harus berganti jalur untuk sampai di tujuan?
5. Memang urusan asmara tak bisa disingkirkan. Tapi semakin kamu dewasa, mengapa pernikahan dan tetek bengeknya justru menjadi semakin kurang meyakinkan?
Dulu pikiranmu begitu sederhana. Kuliah – lulus – kerja – menikah, seperti siklus kehidupan yang diajarkan sejak sekolah. Kamu pun sering iri saat melihat kemesraan pasangan sementara kamu masih sendirian. Namun kini kekhawatiranmu berbeda. Kamu mulai bertanya-tanya kenapa orang harus menikah. Kenapa kamu tidak cukup dengan segala prestasimu saja. Dan tidak bisakah jika kamu tetap sendiri supaya bisa lebih fokus membahagiakan orang tua? Segala pertanyaan yang meresahkan itu wajar, dan menjadi sebuah tanpa kedewasaan. Kamu ingin menyusun pendapatmu sendiri, dan barangkali, hidupmu sendiri.
6. Sementara teman-temanmu sudah buat berbagai pencapaian, kamu masih saja jalan di depan memikirkan soal percintaan. Mungkin itu yang membuat hidupmu kurang berkembang
Si A sudah keliling dunia lho, sekarang dia menetap di Perancis. Eh, si B kabarnya bikin startup baru, luar biasa ya idenya. Hei, tahu nggak si C dapat beasiswa S2 ke Belanda? Bukan berarti tidak ikut senang dengan kebahagiaan teman, tapi terkadang mendengarnya membuatmu nelangsa. Berita kesuksesan itu datang silih berganti, sementara kamu saat ini masih sama dengan dirimu yang dulu. Menjadi karyawan biasa dan menunggu gaji bulanan. Belum ada pencapaian pribadi ataupun yang bisa dibanggakan. Apa yang salah? Apakah kamu terlalu fokus pada soal cinta, hingga langkahmu tidak bertambah juga?
7. Berita soal sakit dan kematian menjadi beban baru dalam kehidupan. Kamu tahu hidup ada batasnya, dan kamu tak tahu sampai kapan waktunya
Sakit, kematian, dan kesedihan, adalah hal-hal yang tidak bisa lepas dari manusia. Simak saja berita di koran, dan hitung ada berapa banyak kabar duka. Lalu simak juga berita tentang kesehatan, penyakit ini dan itu bermunculan menunggu penanganan. Dulu, hal-hal seperti ini tidak mengganggu pikiranmu. Mendengar kabar kematian, membuat ketakutan samar-samar mencengkeram lehermu. Tak hanya cemas memikirkan kehilangan orang-orang berharga, kamu bertanya-tanya, kapan giliranmu tiba. Dan sebelum saat itu datang, sudah cukup kah apa yang kamu lakukan di dunia?