Penghuni Gunung Lawu

access_time | label Lainnya

Berbicara tentang misteri yang menyelimuti Gunung Lawu, seolah tidak ada habisnya. Selain keberadaan kabut misterius yang senantiasa menaungi sisi barat gunung ini, masih banyak hal yang terkait dengan misteri gunung yang berada di perbatasan wilayah Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah ini. Dan salah satunya adalah binatang-binatang yang diyakini sebagai binatang gaib penunggu kawasan ini. 

Misteri yang menyelimuti Gunung Lawu sendiri terjadi karena ada keyakinan bahwa gunung ini adalah punjer atau titik pusat yang menjadi penyeimbang energi di tanah Jawa.

Sehingga kemudian masyarakat meyakini bahwa gunung ini memancarkan energi yang sangat besar, yang berperan dalam menetralisir energi negatif di seluruh wilayah Pulau Jawa. Karena itulah, Gunung Lawu selanjutnya dipilih sebagai tempat ritual khusus oleh para penguasa tanah Jawa.

Mulai dari Prabu Airlangga, Prabu Brawijaya hingga para raja pecahan Mataram saat ini, dikabarkan selalu memilih Gunung Lawu sebagai tempat untuk mencari petunjuk secara gaib. Bahkan khusus untuk Prabu Brawijaya V, yang merupakan Raja Majapahit terakhir, dirinya memutuskan untuk menghabiskan masa hidupnya dengan menjadi pertapa di gunung ini.

Sedangkan raja-raja Mataram terutama Kasunanan Surakarta Hadiningrat, secara rutin selalu mengadakan labuhan atau larung sesaji di puncak gunung ini setiap tahun. Tujuannya adalah sebagai bentuk ucapan rasa syukur terhadap Sang Penguasa Alam, termasuk penguasa gaib Gunung Lawu.

 Gunung Lawu sendiri memiliki ketinggian 3265 meter di atas permukaan laut. Gunung ini disebutkan memiliki tiga puncak yang sampai saat ini diyakini penuh dengan misteri. Dan misteri dari puncak-puncak itu terkait dengan keyakinan bahwa di sanalah para tokoh sakti jaman dulu melakukan tapa brata hingga kemudian muksa.

Masih dipertahankannya kearifan budaya lokal di kawasan Gunung Lawu, membuat berbagai peninggalan bersejarah di tempat ini tetap terjaga. Dan hal itu diyakini semakin menguatkan pancaran energi dari Gunung Lawu. Karena itulah ada keyakinan bahwa energi dari gunung ini adalah syarat mutlak bagi para pemimpin di tanah Jawa.

Artinya bahwa siapapun yang ingin jadi pemimpin di Jawa atau bahkan Indonesia, jangan sampai lupa untuk menjalankan ritual di Gunung Lawu.

Bahkan tetap bertahannya berbagai situs peninggalan bersejarah di gunung ini juga diyakini tak lepas dari peran para penghuni gaibnya. Yang salah satunya adalah binatang-binatang gaib penghuni kawasan ini. Sebab para penjaga gaib inilah yang berperan dalam mempertahankan keutuhan alam dan pancaran energi yang ada di kawasan Gunung Lawu.

Penjaga Gaib

Gunung Lawu memang dihuni berbagai jenis binatang. Mulai dari beragam jenis burung, primata sampai mamalia besar dan kecil bisa dijumpai hidup di kawasan Gunung Lawu. Namun dari sekian banyak jenis binatang itu, masyarakat sekitar Gunung Lawu meyakini adanya tiga jenis binatang yang dianggap sebagai binatang gaib. Yaitu macan Lawu, burung jalak Lawu serta kiyongko, sejenis kelabang raksasa endemik Gunung Lawu.

Untuk macan Lawu atau harimau yang hidup di Gunung Lawu, termasuk jenis macan tutul dan saat ini diduga populasinya masih cukup banyak. Karena pada saat-saat tertentu, keberadaan binatang buas ini masih diketahui oleh warga sekitar Gunung Lawu, melintas di kawasan ini. Bahkan di beberapa tempat, binatang ini juga dikabarkan kerap memangsa ternak milik warga.

Namun harimau yang satu ini bukanlah sosok yang dimaksud sebagai penjaga gaib Gunung Lawu. Sebab, meski memang endemik Gunung Lawu, namun binatang tersebut keberadaannya memang nyata. Sehingga terkadang masih bisa dilacak keberadaannya.

Sedangkan sosok harimau gaib yang disebut-sebut sebagai penjaga Gunung Lawu konon berjenis harimau Jawa dengan ciri kulit tubuh bermotif loreng. Keberadaan harimau yang satu ini memang disebut-sebut telah punah. Sehingga dalam beberapa peristiwa kemunculannya, hal itu dipandang sebagai sebuah kejadian mistis.

Disebut demikian, karena dalam beberapa peristiwa yang dialami warga sekitar Gunung Lawu, kemunculan harimau ini selalu diikuti dengan hal-hal yang bersifat mistis. Di antaranya adalah kemunculannya dalam kondisi menggendong mayat ataupun muncul di beberapa tempat keramat.

Untuk harimau yang satu ini, memang diyakini bukan binatang biasa. Karena keberadaannya dikaitkan dengan sosok penguasa gaib Gunung Lawu, yaitu Sunan Lawu. Bahkan karena begitu istimewanya binatang yang satu ini, beberapa punden yang ada di kawasan Gunung Lawu, juga menempatkan sosok harimau ini sebagai salah satu danyangan. Sehingga kemudian juga diperlakukan secara khusus oleh para pelaku ritual yang datang ke tempat itu.

Salah satu punden yang menempatkan sosok macan Lawu sebagai danyangan adalah komplek punden Eyang Boncolono, yang berada di sekitar kawasan Cemara Kandang. Di sini sosok harimau yang diwujudkan dalam sebuah patung berukuran besar mendapat sebutan Eyang Singo Sinebahing Dilah. Dan sebagai sosok yang dikeramatkan, punden ini selalu menjadi salah satu jujugan para pelaku ritual, selain di cungkup Eyang Boncolono sendiri.

Macan Lawu sendiri diyakini sudah ada sebelum sosok Sunan Lawu ada. Sebab binatang ini diduga sebagai salah satu penjaga gaib kawasan Gunung Lawu. Karena itulah, dia akan muncul saat ada orang-orang yang berniat jahat.

Seperti konon saat pasukan Kerajaan Demak mengejar Prabu Brawijaya V yang mengungsi ke Gunung Lawu.

Jenis binatang yang kedua adalah burung jalak Lawu, yang kerap muncul mengikuti para pendaki saat melakukan perjalanan menuju puncak Gunung Lawu. Jalak Lawu sendiri sebenarnya sosok mahluk yang nyata. Artinya dia memang benar-benar salah satu jenis burung endemik Gunung Lawu.

Bagi para pendaki yang menjelajah kawasan Gunung Lawu, keberadaan burung yang masuk dalam keluarga Turdus Poliocephalus itu memang sangat membantu. Sebab dia akan menunjukkan jalan ke arah puncak Gunung Lawu, sehingga para pendaki tidak tersesat.

Dan hal yang sama konon juga dialami oleh Prabu Brawijaya saat memutuskan menghabiskan masa hidup Gunung lawu. Begitu masuk kawasan gunung ini, dia disambut oleh seekor buruk jalak gading sebutan lain jalak Lawu.

Burung ini lantas berubah wujud menjadi seorang manusia yang mengaku bernama Wangsa Menggala, dan selanjutnya mengantarkan Prabu Brawijaya menuju puncak Gunung Lawu.

Cerita inilah yang kemudian membuat sosok burung jalak Lawu mendapatkan pandangan yang istimewa bagi masyarakat di sekitar Gunung Lawu. Yang mana tidak ada orang yang berani mengusik kehidupan burung ini. Sehingga membuat burung ini tidak pernah takut dengan kehadiran manusia di dekatnya.

Perilaku unik burung jalak Lawu yang nyaris tidak pernah takut dnegan keberadaan manusia di sekitarnya ini, juga semakin menguatkan keyakinan bahwa burung ini bukanlah burung biasa. Masyarakat semakin meyakini kalau burung tersebut memang jelmaan sosok penjaga gaib Gunung Lawu. Yang akan menuntun siapa saja yang berniat baik, menuju ke puncak Gunung Lawu.

“Salah satu syarat agar selamat saat naik ke Gunung Lawu adalah hati yang bersih. Sebab kalau tidak, maka bukan tidak mungkin akan dapat musibah yang salah satunya tersesat. Dan bagi mereka yang memang berniat baik, biasanya akan dipandu oleh jalak Lawu, sehingga tidak tersesat. Makanya tidak ada orang yang berani mengganggu keberadaan burung itu,” jelas Joko Polet, ketua Karanganyar Emergency kepada hariankota.com belum lama ini.

“Kalau ada orang yang berani mengganggu atau bahkan membunuh burung ini (jalak Lawu), maka bisa dipastikan dia akan tersesat, meskipun sebenarnya sudah hapal jalan di kawasan Gunung Lawu. Namun bagi mereka yang sudah kerap datang ke Gunung Lawu, pasti akan mematuhi peraturan tidak tertulis yang berlaku di kawasan ini, yang salah satunya tidak mengusik keberadaan burung jalak Lawu,” sambung Joko Polet.

Selain harimau dan burung jalak Lawu, di Gunung Lawu juga ada satu jenis binatang lagi yang diyakini sebagai sosok penjaga gaib kawasan ini, yaitu kiyongko. Kiyongko sendiri adalah salah satu keluarga serangga dari jenis kelabang. Namun berbeda dengan kelabang pada umumnya, tubuh kiyongko jauh lebih besar dan bisa mencapai panjang hingga lebih dari 30 cm.

Hal lain yang membedakan dengan kelabang pada umumnya, adalah bentuk tubuh kiyongko yang cenderung membulat, beda dengan tubuh kelabang yang pipih. Ruas tubuh kiyongko juga tidak terlalu banyak, sehingga jumlah kakinya terlihat lebih sedikit, meskipun ukurannya lebih besar.

Kiyongko juga diyakini memiliki bisa yang sangat kuat. Bahkan di ujung-ujung kakinya juga terdapat bisa yang bisa membuat lumpuh mangsanya. Dan hal lain yang menjadi perbedaan paling mencolok antara kiyongko dan kelabang adalah kemampuannya berdiri dan meloncat seperti seekor ular. Yang mana hal itu bisa memudahkannya dalam menangkap mangsa.

Keyakinan bahwa kiyongko adalah salah satu binatang gaib penjaga Gunung Lawu tak lepas dari legenda yang berkembang di kawasan ini. Yang konon menceritakan bahwa dahulu di lereng Gunung Lawu pernah hidup sosok pertapa sakti yang bernama Ki Ageng Sabuk Janur.

Pada suatu ketika desa tempat tinggal Ki Ageng Sabuk Janur tiba-tiba mengalami kekeringan. Sumur serta sungai mengering, tanaman banyak yang mati dan upaya warga untuk mencari sumber air juga tidak berhasil. Hal ini akhirnya mendorong Ki Ageng Sabuk Janur untuk turun tangan.

Dari penyelidikan yang dilakukannya, ternyata sumber air yang selama ini mengairi pemukiman warga tertutup sebongkah batu berukuran sangat besar. Dan di bawah batu itu melilit seekor kelabang raksasa yang menjaganya.

Kelabang berukuran sebesar batang pohon kelapa itupun langsung menyerang Ki Ageng Sabuk Janur, saat disuruh meninggalkan batu tempat tinggalnya. Pertempuran dahsyat pun terjadi di antara keduanya hingga berhari-hari. Hal ini terjadi karena selain berukuran sangat besar, kelabang itu diceritakan sangat kuat dan sakti. Sehingga Ki Ageng Sabuk Janur sampai kewalahan menghadapinya.

Namun akhirnya dengan senjata andalannya berupa cemeti atau cambuk dari janur (daun kelapa), Ki Ageng Sabuk Janur berhasil mengalahkan kelabang tersebut. Binatang itupun selanjutnya memindahkan batu besar yang menutupi sumber air, serta menjadi pengikut Ki Ageng Sabuk Janur.

Oleh Ki Ageng Sabuk Janur, kelabang yang oleh masyarakat setempat disebut Kiyongko itu diperintahkan menjaga kawasan Gunung Lawu, terutama di wilayah perairannya.

Kisah legenda pertempuran Ki Ageng Sabuk Janur dengan kiyongko juga diwujudkan dalam bentuk kesenian tari yang menjadi salah satu kesenian andalan wilayah Kecamatan Ngargoyoso.

Dan kesenian yang dimainkan secara kolosal inipun kerap ditampilkan dalam berbagai ajang kebudayaan baik di tingkat lokal maupun nasional.

Sampai saat ini binatang kiyongko masih kerap terlihat di sekitar bongkahan-bongkahan batu yang ada di sepanjang jalur sungai yang ada di kawasan Gunung Lawu. Namun demikian, sosok binatang ini diyakini sangat bernuansa mistis. Sebab bila sengaja dicari, keberadaannya tidak akan pernah bisa ditemukan. Meski sebelumnya terlihat di suatu tempat.

“Kemunculan kiyongko cenderung bernuansa mistis. Sebab dia hanya muncul sekehendak htinya sendiri. Bahkan saat kita berusaha mencarinya di suatu tempat yang selama ini kita yakini sebagai tempat tinggalnya, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah menemukannya,” ungkap Joko Polet.

Pria 60 tahunan yang akrab disapa Pak Po ini juga mengatakan bahwa kemunculan kiyongko pada dasarnya sebagai sebuah bentuk peringatan terhadap para pengunjung Gunung Lawu agar tidak merusak lingkungan, terutama kawasan sumber air. Dengan demikian maka kelestarian lingkungan di kawasan gunung ini senantiasa terjaga dengan baik.

“ Kalau di sekitar sungai sampai ada kiyongko yang keluar, berarti kawasan di mana kiyongko itu muncul adalah kawasan yang harus dijaga. Sehingga jangan sampai kita melakukan hal-hal yang bersifat merusak di tempat itu. Sebab kiyongko ini akan siap menyerang. Dan kalau sampai meyerang, bisa dipastikan nyawa taruhannya. Karena bisa kiyongko ini sangat kuat,” sambung Pak Po.

Karena itulah sebagai orang yang hampir tiap saat keluar masuk kawasan Gunung Lawu, Pak Po mengingatkan agar senantiasa menjaga perilaku saat hendak berpetualang di Gunung Lawu. Hendaknya senantiasa menjaga lingkungan, agar terhindar dari kemungkinan buruk. Yang muncul akibat serangan mahluk-mahluk gaib, penjaga Gunung Lawu.

Tags

Penulis

Isnan Wahyudi
SMK Negeri 2 Karanganyar
Berusaha yang terbaik

Artikel Terkait

Komentar