Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Analisis Yuridis Terhadap Alih Fungsi Hutan Lindung Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Moch. Aditia Gunawan NIM. (2013) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Indonesia sebagai hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-ragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia. Data Planologi Kehutanan sampai dengan bulan Juni tahun 2011 menunjukkan bahwa luas kawasan hutan Indonesia adalah 130,68 juta ha, terdiri dari hutan konservasi 26,8 juta hektar, hutan lindung 28,8 juta hektar, hutan produksi 32,6 juta hektar, hutan produksi terbatas 24,4 juta hektar, dan hutan produksi konversi 17,9 juta hektar. Meningkatnya kebutuhan kayu mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Laju kerusakan hutan Indonesia 3,7 juta hektar per tahun. Penyebab kerusakan hutan dilatarbelakangi dengan terjadinya alih fungsi hutan, baik terhadap hutan konservasi maupun hutan lindung yang pada akhirnya menjadi hutan produksi. Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula, seperti yang direncanakan menjadi fungsi yang berdampak negatif (masalah) ataupun positif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan terjadi dibeberapa wilayah, baik wilayah kehutanan ataupun daerah yang menjadi lahan produksi pertanian. Permasalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana efektifitas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap alih fungsi hutan lindung dan apa tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat terhadap alih fungsi hutan lindung dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Terhadap Lingkungan Hidup. Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan secara juridis normatif. Data hasil penelitian dianalisis secara kualitatif yuridis, yang mana peraturan perundang-undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya, serta memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan dan kepastian hukum. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pertama Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup belum dapat dilaksanakan secara efektif. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang terjadi dari pemerintah sebagai penanggungjawab kerusakan hutan lindung. Pemerintah tidak melaksanakan pengawasan kepada Perum Perhutani sebagai perusahaan umum milik negara yang mengelola dan memanfaatkan hasil hutan sebagai wilayah kerjanya, pada akhirnya kondisi hutan semakin kritis dan tidak terkendali kondisinya. Kedua, tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat terhadap alih fungsi hutan lindung dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah di mana Pemerintah dan masyarakat bekerjasama peran aktif bertindak menjaga hutan dan lingkungan sekitar. Kerjasama sinergis keduabelah pihak untuk memonitoring kegiatan yang dilakukan Perum Perhutan dan masyarakat yang menggarap lahan tersebut perlu untuk ditindaklanjuti berdasarkan ketetapan peraturan yang berlaku.
Ringkasan Alternatif
Indonesia has a wide range of tropical forest with the high flora and fauna and even the second highest in the world after Brasilia. The data of forestry planology until June 2011 shows that Indonesian forest is 130, 68 million acre, that consists of conservation forests 26,8 million acre, protected forest 28,8millions acre, production forest 32,6 millions acre, limited production forest 24,4 millions acre, and conversion production forest 17,9 millions acre. The improving of wood need motivate people either individually or group do exploitation of forest result with no pay attention to its sustainability. The level of forest damage Indonesia is 3,7million acre per year. The cause of forest damage is back grounded with the forest over function, either towards conservation forest or protected forest that become production forest. The land over function or land conversion is function change a part or all land area from previous function, as planned become negative or positive impact function towards environment and its land potency. The land over function happens in several areas, either forestry area or agriculture production area. The problem concerned by writer is how the Law no 41 year 1999 affectivity about forestry juncto The Law no 32 year 2009 about environment protection and management towards over function of protected forest connected to The Law no 41 year 1999 about forestry juncto The Law no 32 year 2009 about environment protection and management. The study is conducted in descriptive analytic with juridical normative approach. The study result are analyzed in qualitative juridical, where one Law rule do not contradict with other, and hierarchy of Law rules can be noticed and legal certainty guaranteed. According to the study it is concluded that, first, The Law no 41 year 1999 about forestry juncto The Law no 32 year 2009 about environment protection and management has not run well. This case is caused by several factors that happen from government as caretaker damage of the protected forest. Government does not implement monitoring towards national forestry company (perhutani) as state owned company (BUMN) that manage and use forest result as their working area, finally the forest condition is getting endanger and uncontrolled. Second, legal action that can be conducted by government and society towards over function of protected forest connected to The Law no 41 year 1999 about forestry juncto The Law no 32 year 2009 about environment protection and management is where the government and society work together to keep forest and environment. The synergistic cooperation of both side for activity monitoring that conducted by perhutani and society who cultivate land need to be followed up based on determined regulation.