Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Buku Cerita Bergambar Fractured Fairy Tale: Timun Mas
Liky Ardianto NIM. (2012) | Skripsi | Desain Komunikasi Visual
Bagikan
Ringkasan
Peran penting dan esensialitas folklor bagi kolektif masyarakat pemiliknya, secara khusus folklor prosa lisan seperti dongeng, selain sebagai proyeksi nilai-nilai yang berlaku dan kontrol sosial, juga bisa dilihat sebagai alat pengingat atau yang disebut mnemonic device dari idea, nilai, moral, etika, filosofi, cara pandang (weltanschauung) suatu kolektif masyarakat dimana dongeng itu tumbuh. Karenanya keberadaan folklor menjadi begitu penting bagi suatu kolektif, dari folklor terefleksi bagaimana kolektif masyarakat pemiliknya. Terlepas dari pentingnya arti folklor, pada realitasnya di zaman modern seperti sekarang ini, folklor khususnya dongeng semakin ditinggalkan bahkan oleh kolektif pemiliknya, hal ini dikarenakan selain paradigma bahwa folklor identik dengan irasionalitas, mistik, dan takhayul yang semestinya ditinggalkan. Dongeng Timun Mas sebagai dongeng masyarakat asli yang berasal dari jawa tengah dewasa ini juga menghadapi tantangan yang serupa sebagaimana dongeng lokal lainnya, ketidakmampuan cerita dongeng lokal itu sendiri untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan zaman, ditambah kalah bersaing dengan dongeng-dongeng mancanegara yang lebih populer dan mendunia, yang lebih bisa beradaptasi dan diterima masyarakat zaman sekarang. Berangkat dari dasar pemikiran itu, maka dapat disimpulkan perlunya cerita dongeng, khusunya Timun Mas, yang baru dan lebih adaptif dengan konsep, konten, dan pengemasan yang baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan manusia, sehingga eksistensinya tetap terjaga sebagai mnemonic device kolektif pada zamannya.
Ringkasan Alternatif
The importance and essential of folklore, or folktale to be precise, for itÃâs owner collectives while not only as an projection of value and social control, but also as a mnemonic device of ideal, normative value, moral, and ethic postulate, philosophy, and worldview (weltanschauung) of itÃâs owner, the very existance of folktale are indispenable for it is an honest reflection of how the collective is. Despite of how important the meaning and existence of folklore, in reality, at this modern world as today, folklore or especially folktale unfortunately being left and ignored even by itÃâs own collective. This is cause primarily by a paradigm that folklore are identical with irrationality, mystic, and superstition which is supposed to be left alone in this modern rational world. Timun Mas like any other local Folktale, are having the exact same problem, the inability of indonesian local folklore to adapt in the modern era, plus unable to compete with more globally famous and popular foreign folktale that is more adaptive and accepted by modern era. Based on that premise, it could be conclude that a new concept of story, content, and packaging of more adaptive local folktale, and also more relevance and acceptable by this era, are essentially needed. So that the existence of local folktale could remain continouslly , and keep itÃâs role as a collective mnemonic device of itÃâs era.