Logo Eventkampus
Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Kepastian Hukum Tentang Peninjauan kembali (HERZIENING) Lebih Dari Satu Kali Dalam Perkara Pidana Dihubungkan Dengan Pasal 268 Ayat (3) Kitab UNdang-Undang Hukum Acara Pidana
Farhan Aziz NIM. (2016) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Skripsi ini mengkaji tentang peninjauan kembali yang dapat diajukan lebih dari satu kali dikarenakan Pasal 268 Ayat (3) yang menjadi pembatasan terhadap pengajuan Peninjauan Kembali telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi. Permintaan peninjauan kembali yang dilakukan oleh Antasari Azhar telah diputus oleh Putusan Nomor 117/PK/PID/2011 dan dinyatakan permohonannya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Agung dikarenakan dasar permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 263 Ayat (3) KUHAP. Permasalahannya adalah tentang kepastian hukum terhadap penyelesaian perkara pidana dalam ruang lingkup hukum acara pidana di Indonesia berkaitan dengan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi dan keabsahan peninjauan kembali yang dapat diajukan lebih dari satu kali.Penulisan hukum ini dilakukan secara diskriptif analitis, yaitu menggambarkan fakta yang terjadi kemudian dianalisis berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif, yaitu mengkaji atau menganalisa peraturan perundang-undangan yang ada. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif, yaitu metode penelitian yang berdasarkan norma-norma, asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada, untuk mencapai kepastian hukum. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat ditarik simpulan bahwa Penyelesaian perkara pidana harus berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai peraturan yang mengatur tata cara penyelesaian perkara pidana yang dimulai dengan tahap penyelidikan dan penyidikan yang bertujuan mendapatkan kebenaran materiil yaitu menemukan suatu peristiwa pidana beserta barang bukti dan pelaku dalam suatu peristiwa tindak pidana. Selanjutnya hasil dari penyelidikan dan penyidikan tersebut dimasukan ke dalam surat dakwaan oleh penuntut umum yang berwenang melakukan penuntutan, dan yang terakhir pemeriksaan di sidang pengadilan guna mendapatkan keputusan hakim mengenai bersalah atau tidak seseorang yang didakwakan tersebut. Kepastian hukum merupakan asas dalam hukum yang mewujudkan adanya suatu peraturan yang diterapkan secara adil berkaitan dengan perlindungan, jaminan, dan perlakuan yang sama dihadapan hukum terhadap setiap orang. Kepastian hukum dalam penyelesaian perkara pidana adalah ketika setiap penegak hukum (polisi, penuntut umum, penasihat hukum, dan hakim) taat kepada hukum acara pidana dalam melakukan tugasnya menyelesaikan perkara pidana guna melindungi hak dan kewajiban korban dan pelakunya. Peninjauan kembali yang diajukan lebih dari satu kali dalam perkara pidana memiliki keabsahan hukum, dikarenakan ketentuan mengenai permintaan peninjauan kembali dalam perkara pidana yang hanya dapat diajukan satu kali dalam Pasal 268 Ayat (3) KUHAP, telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan Mahkamah Konstitusi menyatakan apabila terdapat hakim yang tetap menggunakan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP dalam menjatuhkan putusan, maka hakim tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam putusannya.
Ringkasan Alternatif
This paper examines judicial review that can be filed more than once because the Article 268 Paragraph (3) which limits frequency of filing of judicial review had been declared to have no binding legal force, or null and void, by the Constitutional Court. Request for judicial review made by Antasari Azhar has been decided by the Decision No. 117/PK /PID/2011 and declared that his application could not accepted by the Supreme Court because the application for judicial review did not meet the condition(s) stipulated in the Article 263 Paragraph (3) of the Criminal Procedural Code. The problem is about legal certainty of resolution of criminal case within the scope of the criminal procedural code related with the article 268 Paraghraph (3) of the criminal procedural code had been declared to have no binding legal force and validity of judicial review filed for more than once. This legal writing was conducted using descriptive-analytical method, i.e. by describing the fact and then analyzing them based on the existing constitutional regulations, using a juridical/normative approach that is reviewing and analyzing the existing regulation. The data obtained were analyzed juridical and qualitatively, which means that research method was based on norms, principles and the existing constitutional regulations, in order to achieve legal certainty.Based on the results of this research and analysis, it can be concluded that resolution or settlement of criminal case must be based on the Criminal Procedural Code as the rules governing the procedures of settlement of criminal cases that begin with the investigation stage aimed at revealing the material truth, that is, finding criminal incident and any evidence and actors in a criminal incident. Furthermore, results of this investigation were then included in indictment formulated by competent general prosecutor having the authority to prosecute and, finally, examination before the court in order to obtain a judgeÂ’s decision regarding the guilt or innocence of the accused party. Legal certainty is a principle in law that embodies existence of a rule applied fairly as related to the protection, warranties and equal treatment before the law for everyone. Legal certainty in settlement of criminal cases could be achieved whenever all law enforcement institutions (police, prosecutors, lawyers, and judges) obey the criminal procedural code in performing their duties to resolve criminal case in order to protect or enforce the rights and obligations of the victim and perpetrator. Judicial review submitted for more than once in a criminal case has legal validity, because the provisions which stipulate that judicial review request in criminal cases can only be submitted once in the Article 268 Paragraph (3) of the Criminal Procedural Code has declared to have no binding legal force, so that the judge has no legal basis in his or her decision.
Sumber