Logo Eventkampus
Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Kewenangan Peradilan Militer Terhadap Penegakan Hukum Pada Perkara Koneksitas Dilakukan Oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer JUNCTO Tentara Nasional Indonesia
Dian Pratama Sandi NIM. (2016) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Indonesia adalah negara hukum, penegakan hukum berdasarkan keadilan dilaksanakan oleh setiap penyelenggara negara, setiap lembaga masyarakat, termasuk anggota TNI (militer), ada berbagai lembaga peradilan untuk berbagai status masyarakat yang melanggar hukum, seperti Peradilan Militer dan Peradilan Umum. Pengadilan Militer merupakan badan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di dalam lingkungan militer, sedangkan Pengadilan Umum merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman untuk warga sipil pada umumnya, sistem peradilan militer di Indonesia saat ini lebih menganut pada sistem dimana peradilan militer mempunyai kewenangan yang bersifat umum yaitu berwenang mengadili tindak pidana militer dan tindak pidana umum atau tindak pidana yang dilakukan bersama-sama warga sipil dan anggota TNI (koneksitas). Dari penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini menjadi penting untuk memberi jawaban atas beberapa permasalahan berikut ini. Bagaimana kewenangan peradilan mliter di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan bagaimanakah penyelesaian perkara koneksitas ditinjau dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah secara yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan dengan norma-norma hukum yang merupakan patokan untuk bertingkah laku atau melakukan perbuatan yang pantas ditunjang dengan alat pengumpulan data berupa observasi dalam bentuk catatan lapangan atau catatan berkala dan interview dengan menggunakan directive interview atau pedoman wawancara terstruktur. Dari hasil penelitian kesimpulannya bahwa kewenangan peradilan terhadap Anggota TNI pelaku tindak pidana umum maupun tindak pidana yang dilakukan bersama-sama Anggota Militer bersama warga sipil (koneksitas) menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer diadili dalam lingkungan Peradilan Militer tetapi setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia maka pelaku tindak pidana umum maupun pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota TNI bersama-sama warga sipil (koneksitas) dalam mengadili merupakan kewenangan mengadili Pengadilan Negeri (umum). Proses penyelesaian perkara koneksitas berdasarkan peraturan perundang-undangan diadakannya Tim Tetap sesuai dengan ketentuan Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Pasal 198 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman, pelaksaan penyidikan oleh Tim Tetap koneksitas akan didapat suatu penetapan hukum bahwa perkara tersebut merupakan kewenangan dari lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer dengan pertimbangan, titik berat kerugian, sifat kejahatan, jumlah pelaku tindak pidana, tetapi setelah ditetapkannya Undang-Udang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia maka apabila perkara koneksitas yang dilakukan oleh TNI maka anggota TNI tersebut menjadi kewenangan Pengadilan Negeri (umum).
Ringkasan Alternatif
Indonesia is a legal state; law enforcement based on justice is implemented by all state administrator or agencies, including military personnel (Indonesia Armed Forces). There are various judicial bodies assigned for various statuses of people who violate law, such as military court and civil court. Military court is a body assigned to administer judicial authority within the military domain, whereas civil court is accorded with judicial authority upon civil member of society, in general. Nowadays, military court in Indonesia mainly adopts a system in which military court is accorded with an authority which is civil in nature, i.e. an authority to try criminal act and non-criminal act or a criminal act committed jointly by civil person and military member (connectivity case). The research conducted in connection with the writing of this paper is important in finding solution of several problems mentioned below. What is judicial authority of military court in Indonesia according to the Act Number 31 Year 1997 regarding Military Court after promulgation of the Act Number 34 Year 2004 regarding Indonesia Armed Forces, and how to solve the connectivity case as viewed from the Act Number 34 Year 2004 regarding Indonesia Armed Forces and the Act Number 31 Year 1997 regarding Military Court. Method of approach used in this research and in writing this paper is juridical-normative, meaning that research or examination of legal principles were conducted with legal norms to which acceptable behaviors or acts refer, supported by tool of data collection in the form of observation and field records or periodic records and interview by the use of directive interview or structured interview guidelines. From results of this research it was concluded that judicial authority upon member(s) of Indonesia Armed Forces who commit a civil criminal act or criminal act conducted by military personnel in joint with civil person (connectivity case) according to the Act Number 31 Year 1997 regarding Military Court, must be tried before the military court; however, after promulgation of the Act Number 34 Year 2004 regarding Indonesia Armed Forces, then actor of civil criminal act and criminal act committed by military personnel in joint with civil citizen (connectivity) must be tried by district (civil) court. The processes of trying connectivity case based on constitutional regulation must be assigned to a Definitive Team, in accordance with the stipulation of Article 89 of Criminal Code and Article 198 Act Number 31 Year 1997 regarding Military Court, was established based on the Decree of Minister of Defense and Security and Minister of Justice; implementation of investigation by connectivity definitive team resulted in a legal standing that the case fell into the domain of civil court or military court as based on considerations of focus of losses, nature of criminal act, and number of actor of the criminal act; however, after promulgation of the Act Number 34 Year 2004 regarding Indonesia Armed Forces, if a connectivity case is committed by member of Indonesia Armed Forces, then the case must be tried by district (civil) court.
Sumber