Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Tinjauan Hukum Atas Perkawinan Beda Agama (Islam dan Kristen)Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Diki Maulana (2013) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku secara umum dan perilaku makhluk ciptaan Tuhan, agar dengan perkawinan kehidupan di alam dunia ini bisa berkembang untuk meramaikan alam yang luas ini dari generasi ke generasi berikutnya, dengan adanya perkawinan diharapkan kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan negara dan bangsa. Bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk,khususnya bila dilihat dari segi suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaanÃâperbedaan dalam berbagai hal, mulai dari agama, kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya, yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Persoalan nyata yang terjadi dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah perkawinan beda agama. Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah bagaimana keabsahan perkawinan beda agama (Islam dan Kristen) berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta bagaimana hubungan hukum antara anak dengan orang tua dari perkawinan beda agama mengenai waris.Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis dengan metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara yuridis normatif,penafsiran hukum sistematis, penafsiran hukum gramatikal, dan penafsiran hukum sosiologis.Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh maka kesimpulannya yaitu keabsahan perkawinan beda agama, tergantung pada aturan hukum dari masingÃâmasing agama yang mengatur baik agama Islam maupun agama Kristen, karena pada prinsipnya baik agama Islam maupun agama Kristen tidak memperbolehkan perkawinan beda agama dikecualikan pada suatu hal tertentu yang dapat diperbolehkan namun dalam hal perbedaan agama tersebut,kedua belah pihak harus tunduk pada aturan hukum dan tata cara agama mana yang akan menjadi pilihan untuk dilangsungkan perkawinannya, sedangkan UndangÃâUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara khusus tentang perkawinan beda agama di Indonesia, untuk itu perkawinan beda agama tidak dapat disahkan apabila tidak sah menurut hukum agamanya. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 menyebutkan, bahwa sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut hukum masingÃâmasing agama dan kepercayaannya,
jadi keputusan undang-undang mengenai perkawinan dikembalikan kepada hukum agamanya masing-masing,serta Hubungan hukum antara anak dengan orang tua dari perkawinan beda agama, apabila perkawinan tersebut telah diakui keabsahannya maka anak dari hasil perkawinan beda agama juga dinyatakan anak yang sah serta berhak mendapatkan waris dari bapaknya namun apabila anak tersebut bukan dari hasil perkawinan yang sah maka anak tersebut hanya mendapatkan waris dari Ibunya. Hak waris Menurut Hukum Islam dalam hal pewarisan anak yang tidak seagama dengan bapaknya, akan kehilangan hak mewaris sesuai dengan halangan terjadinya pewarisan berdasarkan Instruksi Presiden nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam sehingga dalam hal ini apabila anak dari hasil perkawinan tidak seagama dengan bapaknya tidak dapat memperoleh warisan hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat, dan hadiah, sedangkan dalam agama Kristen perbedaan agama tidak menghalangi hak waris, apabila anaknya Kristen, maka dia akan mengikuti hukum perdata yang berlaku yaitu anak tetap berhak mendapatkan warisan .
Ringkasan Alternatif
Sunnatullah marriage is generally accepted God's creatures and behavior, so that the nature of marriage in the life of this world could evolve to enliven this vast universe from one generation to the next, with the expected marriage gave birth to offspring which is the major joints for the formation of the state and nation. Indonesian nation consists of a pluralistic society, especially when viewed in terms of ethnicity and religion. Consequently, the Indonesian people live their lives exposed to the differences in a variety of ways, ranging from
religion, culture, way of life and the interactions between individuals, which are the concern of the government and other national components is a matter of inter-religious relations. Real problems that occur in the relationship between religious communities are interfaith marriage issues. The issues raised in this thesis is how the validity of the marriage of different religions (Islam and Christian) by Act 1/1974 About Marriage in juncto with Act 39/1999 on Human Rights as well as how the legal relationship between the child and the parents of interfaith marriage on inheritance.The method used in this thesis is a descriptive analytical approach used in the writing of this law is normative juridical, legal interpretation of systematic, grammatical interpretation of the law and legal interpretation of sociological.Based on the analysis of the data obtained the conclusion that the validity of interfaith marriage, depending on the laws of each religion that regulates both Islam and Christianity, because in principle both Islam and Christianity not allow interfaith marriage not excluded on a case that may be allowed but limited in terms of religious differences, both parties must be subject to the laws and ordinances which religion would be an option for the marriage took place, while act 1/1974 on Marriage does not specifically regulate interfaith marriage in Indonesia, for the interfaith marriage can not be passed if it is not lawful religion. Under Article 2, paragraph 1 states that if the validity of marriages performed according to the laws of each religion and belief, so decisions regarding marriage legislation returned to the law of their religion, as well as the legal relationship between the child and the parents of interfaith marriage, if The marriage has been recognized valid, the child of the marriage of different religions also declared legitimate son and heir of his father entitled, but if the child is not the result of a legal marriage then they only get the inheritance from his mother. According to the Islamic law of inheritance rights in the case of children who are not co-religionists inheritance by his father, will lose the right to snag the heir according to the inheritance based Presidential Instruction 1/1991 Compilation of Islamic Law so in this case if the children of the marriage are not the same religion with his father was not able to obtain heritage can only be done in the form of grants, wills, and gifts, while in Christianity the religious differences do not preclude the right of inheritance, when his son Christian, then he will follow the civil law that applies is the child still entitled to inheritance.
Sumber
Judul Serupa
- TINJAUAN HUKUM MENGENAI KEABSAHAN PERKAWINAN MELALUI TELECONFERENCE DALAM AGAMA ISLAM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN