Logo Eventkampus
Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
Tinjauan Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Secara elektronik Dalam Perkara Cyber Crime Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Donny Simbolon NIM. (2010) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif, karena di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, namun di sisi lain menjadi sarana efektif perbuatan melanggar hukum. pada kenyataannya sering muncul berbagai tindak pidana yang dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi termaksud, yang sering dikenal dengan istilah cybercrime. Berbicara penanganan cybercrime tidak terlepas dari proses pembuktian. Ketentuan hukum dalam hukum acara pidana di Indonesia yang berlaku saat ini belum mengatur tentang proses pembuktian maupun kekuatan pembuktian yang harus dilakukan dalam menangani kasus-kasus cybercrime. Saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) yang di dalamnya mengatur berbagai aktivitas yang dilakukan dan terjadi di dunia maya (cyberspace), termasuk pelanggaran hukum yang terjadi. Namun demikian belum dapat memadai dalam kaitannya dengan pembuktian pada kasus-kasus cybercrime. Ada beberapa masalah yang muncul antara lain bagaimana proses pembuktian dan kekuatan hukum pembuktian secara elektronik dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Data yang dihasilkan dianalisis secara yuridis kualitatif sehingga hirarki peraturan perundang-undangan dapat diperhatikan serta dapat menjamin kepastian hukum. Berdasarkan analisis hukum, ditarik simpulan bahwa Proses pembuktian yang dapat dilakukan atas perkara cybercrime sama dengan pembuktian pada perkara pidana biasa, menggunakan alat-alat bukti elektronik di samping alat-alat bukti lainnya yang diajukan memiliki keabsahan secara hukum, dalam hal ini didasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku saat ini, yakni Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP serta Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pembuktian secara elektronik menggunakan alat-alat bukti elektronik seperti informasi dan atau dokumen elektronik, yang dilakukan pada perkara-perkara cybercrime memiliki kekuatan hukum yang sama dengan proses pembuktian pada perkara pidana biasa, berdasarkan ketentuan hukum acara pidana khususnya Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP serta Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ringkasan Alternatif
Advancement in information technology and communications has produced a variety of impacts, both positive impacts and negative impacts, because on the one hand contribute to improving the welfare, progress and civilization, but on the other side becomes effective means against the law. in fact, often appeared various criminal acts committed through information and communication technology intended, are often known by the term cybercrime. Speaking of handling cybercrime is inseparable from the process of verification. Legal provisions in criminal procedural law applicable in Indonesia, which currently governs the process of evidence and strength of evidence that must be done in dealing with cybercrime cases. When this has been born of Law Number 11 Year 2008 About Information And Electronic Transaction (hereinafter referred to as the Law ITE) in which regulate the various activities undertaken and occurs in the virtual world (cyberspace), including law violations that occurred. However, can not be adequate in relation to the evidence in cybercrime cases. There are several issues that arise include how to process the strength of evidence and rules of evidence electronically connected with the Book of Law on Criminal Procedure as amended by Law Number 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions. Research conducted by the author is a descriptive analytical approach of juridical normative and empirical. Resulting data were analyzed qualitatively so that the hierarchy of juridical legislation can be considered as well as to guarantee legal certainty. Based on legal analysis, drawn conclusion that the evidentiary process that can be done for cases of cybercrime with the usual proof in a criminal case, using the tools of electronic evidence in addition to the tools of other evidence submitted have validity in law, in this case based on the provisions of criminal procedural law applicable today, namely Article 183 and Article 184 Criminal Procedure Code and Article 5 paragraph (1) and (2) of Law Number 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions.Proof electronically using tools such as electronic evidence and information or electronic documents, conducted on cybercrime matters have the same legal force to the process of verification in ordinary criminal cases, under the provisions of the criminal procedural law, especially Article 183 and Article 184 Criminal Procedure Code and Article 5 paragraph (1) and (2) of Law Number 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions.
Sumber
Judul Serupa
  • Tinjauan Hukum Mengenai Praktik Prostitusi yang Dilakukan Melalui Media Internet Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik