Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION TELEPON BERGERAK SELULER DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA JUNCTO KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 29 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERHHUBUNGAN NOMOR KM. 20 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
VINA APRIANITA ACHMAD (2007) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Pembangunan Base Transceiver Station telepon bergerak seluler berkaitan erat dengan hak atas tanahnya, baik berupa Hak Guna Bangunan, Hak Pakai ataupun Hak Sewa untuk Bangunan. Namun dalam pembangunan tersebut, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang dihadapi diantaranya, operator telepon bergerak seluler belum memperoleh izin, baik dari warga, Dinas Tata Kota maupun Dinas Bangunan, keberadaan bangunan juga dinilai telah mempengaruhi turunnya harga tanah dan bangunan di daerah itu, menimbulkan kerawanan sosial dan bencana, seperti bangunan tersebut roboh dan menimbulkan penyakit bagi masyarakat di sekitarnya karena adanya radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengaturan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tentang hak atas tanah yang diperuntukan bagi pembangunan Base Transceiver Station, serta mengetahui pelaksanaan pembangunan, pemasangan, perawatan dan pengoperasian Base Transceiver Station menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 29 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Pencarian data berupa data sekunder bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun tersier yang dibutuhkan, data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur mengenai hak atas tanah yang diperuntukkan pembangunan Base Transceiver Station belum berjalan dengan efektif karena 5 faktor yang mempengaruhinya, yaitu subtansi hukum, penegak hukum, sarana dan prasarana, kesadaran hukum dan budaya hukumnya pun kurang begitu efektif, sehingga undang-undang tersebut masih harus diperbaiki dengan menambah beberapa pasal tentang pendaftaran tanah atas Hak Pakai atas tanah dan Hak Sewa untuk bangunan dalam Pasal 41-43 dan Pasal 44-45 Undang-Undang Pokok Agraria, sehingga undang-undang tersebut telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan pembangunan, pemasangan, perawatan serta pengoperasian Base Transceiver Station menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 29 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi harus sesuai dengan standarisasi nasional dan pemberian izin/lisensi oleh pemerintah (menteri perhubungan) kepada setiap penyelenggara telekomunikasi berdasarkan kemampuan penyelenggara telekomunikasi di bidang teknik telekomunikasi.
Ringkasan Alternatif
Pembangunan Base Transceiver Station telepon bergerak seluler berkaitan erat dengan hak atas tanahnya, baik berupa Hak Guna Bangunan, Hak Pakai ataupun Hak Sewa untuk Bangunan. Namun dalam pembangunan tersebut, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang dihadapi diantaranya, operator telepon bergerak seluler belum memperoleh izin, baik dari warga, Dinas Tata Kota maupun Dinas Bangunan, keberadaan bangunan juga dinilai telah mempengaruhi turunnya harga tanah dan bangunan di daerah itu, menimbulkan kerawanan sosial dan bencana, seperti bangunan tersebut roboh dan menimbulkan penyakit bagi masyarakat di sekitarnya karena adanya radiasi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengaturan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tentang hak atas tanah yang diperuntukan bagi pembangunan Base Transceiver Station, serta mengetahui pelaksanaan pembangunan, pemasangan, perawatan dan pengoperasian Base Transceiver Station menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 29 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Pencarian data berupa data sekunder bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun tersier yang dibutuhkan, data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur mengenai hak atas tanah yang diperuntukkan pembangunan Base Transceiver Station belum berjalan dengan efektif karena 5 faktor yang mempengaruhinya, yaitu subtansi hukum, penegak hukum, sarana dan prasarana, kesadaran hukum dan budaya hukumnya pun kurang begitu efektif, sehingga undang-undang tersebut masih harus diperbaiki dengan menambah beberapa pasal tentang pendaftaran tanah atas Hak Pakai atas tanah dan Hak Sewa untuk bangunan dalam Pasal 41-43 dan Pasal 44-45 Undang-Undang Pokok Agraria, sehingga undang-undang tersebut telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan pembangunan, pemasangan, perawatan serta pengoperasian Base Transceiver Station menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 29 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi harus sesuai dengan standarisasi nasional dan pemberian izin/lisensi oleh pemerintah (menteri perhubungan) kepada setiap penyelenggara telekomunikasi berdasarkan kemampuan penyelenggara telekomunikasi di bidang teknik telekomunikasi.