Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
TINJAUAN HUKUM TERHADAP OPERATOR TELEPON PREMIUM DENGAN JASA PARTY LINE DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 532 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA JUNCTO PASAL 21 UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
META MARIANA PURWITASARI (2009) | Skripsi | -
Bagikan
Ringkasan
Pengaruh dari globalisasi dan derasnya arus informasi yang melanda dunia dan Indonesia menyebabkan berkembangnya pornografi dan pornoaksi sedemikian rupa. Maraknya perilaku eksploitasi tubuh yang secara vulgar dipertontonkan dan diarahkan untuk merangsang nafsu seksual masyarakat, merupakan pemandangan sehari-hari yang dapat kita lihat melalui media massa elektronik maupun cetak. Tentu saja hal ini menjadikan kekhawatiran kita terhadap terjadinya degadrasi moral terhadap generasi penerus kita. Dampak dari adanya pornografi adalah pornoaksi, berbagai macam pelanggaran hukum yang bertentangan dengan moral bangsa banyak terjadi Premium Call adalah merupakan salah satu bisnis dibidang telekomunikasi yang cepat menghasilkan uang. Bagi mereka yang mempunyai naluri bisnis akan cepat menangkap peluang yang diberikan oleh pemerintah. Sebenarnya Premium call ini merupakan hal yang biasa saja, namun karena bisnis yang ditawarkan oleh premium call dengan jasa party line ini mengeksploitasi sex by phone. Dengan menjual suara-suara yang membangkitkan gairah. Dalam kaitannya dengan Hukum Pidana Indonesia penyelenggaraan Telekomunikasi dibatasi oleh etika, susila dan norma-norma yang hidup di masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut, apakah kegiatan penyedia jasa Premium Call yang menyelenggarakan Party Line merupakan tindakan pornografi sebagaimana diatur dalam Pasal 532 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan tindakan hukum apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pengawasan kepada pengelola jasa Premium Call, agar tidak menyimpang dari ketentuan di dalam Hukum Pidana Indonesia.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif, yaitu peraturan perundang-undangan tidak boleh saling bertentangan, memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan dan berbicara tentang kepastian hukum, bahwa perundang-undangan yang berlaku benar-benar dilakukan oleh para pihak penegak hukum.
Pada hakikatnya penyelenggaraan premium call dengan jasa party line yang menawarkan transaksi seks melalui telepon melanggar asas-asas hukum pidana indonesia yang terdapat dalam KUHP, yaitu pada pasal 281, 282, 283, 532 dan 532 dan juga melanggar Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ringkasan Alternatif
Pengaruh dari globalisasi dan derasnya arus informasi yang melanda dunia dan Indonesia menyebabkan berkembangnya pornografi dan pornoaksi sedemikian rupa. Maraknya perilaku eksploitasi tubuh yang secara vulgar dipertontonkan dan diarahkan untuk merangsang nafsu seksual masyarakat, merupakan pemandangan sehari-hari yang dapat kita lihat melalui media massa elektronik maupun cetak. Tentu saja hal ini menjadikan kekhawatiran kita terhadap terjadinya degadrasi moral terhadap generasi penerus kita. Dampak dari adanya pornografi adalah pornoaksi, berbagai macam pelanggaran hukum yang bertentangan dengan moral bangsa banyak terjadi Premium Call adalah merupakan salah satu bisnis dibidang telekomunikasi yang cepat menghasilkan uang. Bagi mereka yang mempunyai naluri bisnis akan cepat menangkap peluang yang diberikan oleh pemerintah. Sebenarnya Premium call ini merupakan hal yang biasa saja, namun karena bisnis yang ditawarkan oleh premium call dengan jasa party line ini mengeksploitasi sex by phone. Dengan menjual suara-suara yang membangkitkan gairah. Dalam kaitannya dengan Hukum Pidana Indonesia penyelenggaraan Telekomunikasi dibatasi oleh etika, susila dan norma-norma yang hidup di masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut, apakah kegiatan penyedia jasa Premium Call yang menyelenggarakan Party Line merupakan tindakan pornografi sebagaimana diatur dalam Pasal 532 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan tindakan hukum apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan pengawasan kepada pengelola jasa Premium Call, agar tidak menyimpang dari ketentuan di dalam Hukum Pidana Indonesia.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif, yaitu peraturan perundang-undangan tidak boleh saling bertentangan, memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan dan berbicara tentang kepastian hukum, bahwa perundang-undangan yang berlaku benar-benar dilakukan oleh para pihak penegak hukum.
Pada hakikatnya penyelenggaraan premium call dengan jasa party line yang menawarkan transaksi seks melalui telepon melanggar asas-asas hukum pidana indonesia yang terdapat dalam KUHP, yaitu pada pasal 281, 282, 283, 532 dan 532 dan juga melanggar Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.