Logo Eventkampus
Perpustakaan judul masih dalam tahap pengembangan, admin siap menampung kritik dan saran
USULAN PERBAIKAN UNUTK MEMINIMASI JUMLAH PRODUK CACAT WARNA PADA PRODUK WIG JEANS COLOUR TIPE TLA O4 DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT NINA 1 SUKABUMI
DENI SUGIRI (2007) | Skripsi | Teknik Industri , Teknik Industri , Teknik Industri
Bagikan
Ringkasan
PT. NINA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri WIG. Masalah yang dihadapi perusahaan saat ini adalah masih sering terjadi cacat, cacat yang sering terjadi adalah pada produk WIG Jenis Colour Tipe TLA 04 khususnya cacat warna tidak standar pada tahap akhir produksi, hal ini dapat dilihat dari persentase cacat sebesar 55.3%, untuk cacat warna tidak standar menduduki posisi terbesar dari keseluruhan cacat yang terjadi pada WIG Jenis Colour Tipe TLA 04. Dalam memperbaiki masalah pengendalian kualitas WIG Jenis Colour Tipe TLA 04 pada PT. NINA I, penulis mencoba mengkaji dan menyajikan penerapan metode Six Sigma untuk merencanakan pengendalian kualitas pada perusahaan dengan metode Measure, Analyze dan Improve. Penentuan cacat kritis diambil dari jenis cacat yang memberikan dampak yang paling besar terhadap biaya kegagalan kualitas. Setelah dilakukan perhitungan biaya kegagalan kualitas (COPQ), terlihat bahwa cacat warna tidak standar memberikan kerugian yang paling besar yaitu sebesar Rp1.916.750,- maka cacat warna tidak standar pilih sebagai cacat kritis (CTQ) yang dipilih sebagai objek pengendalian kualitas Six Sigma. Maka didapat nilai Defect Per Million Opportunity (DPMO) sebesar 1681 dan nilai sigma 4.43 s, ini berarti performansi kerja PT. NINA I SUKABUMI belum memenuhi syarat yaitu berada pada rata-rata industri dunia (5-6 s), namun untuk mencapai kegagalan nol (zero defect) atau mencapai 6 s maka masih perlu dilakukan beberapa perbaikan. Setelah teridentifikasi faktor penyebab cacat warna tidak standar maka dapat dibuat usulan tindakan perbaikan sebagai berikut : (1) melakukan pelatihan dan pengawasan, (2) disediakan neraca digital untuk mengukur banyaknya campuran pewarna, (3) membuat box khusus untuk memisahkan pewarna yang satu dengan yang lainnya, (4) memasang switch suhu otomatis pada mesin Youmsex, (5) proses penyetelan suhu mesin harus preventif atau secara berkala, (6) pada saat pencampuran warna dimasukan mesin mode, (7) membuat ukuran standar warna yang sesuai dengan banyaknya rambut.
Ringkasan Alternatif
PT. NINA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri WIG. Masalah yang dihadapi perusahaan saat ini adalah masih sering terjadi cacat, cacat yang sering terjadi adalah pada produk WIG Jenis Colour Tipe TLA 04 khususnya cacat warna tidak standar pada tahap akhir produksi, hal ini dapat dilihat dari persentase cacat sebesar 55.3%, untuk cacat warna tidak standar menduduki posisi terbesar dari keseluruhan cacat yang terjadi pada WIG Jenis Colour Tipe TLA 04. Dalam memperbaiki masalah pengendalian kualitas WIG Jenis Colour Tipe TLA 04 pada PT. NINA I, penulis mencoba mengkaji dan menyajikan penerapan metode Six Sigma untuk merencanakan pengendalian kualitas pada perusahaan dengan metode Measure, Analyze dan Improve. Penentuan cacat kritis diambil dari jenis cacat yang memberikan dampak yang paling besar terhadap biaya kegagalan kualitas. Setelah dilakukan perhitungan biaya kegagalan kualitas (COPQ), terlihat bahwa cacat warna tidak standar memberikan kerugian yang paling besar yaitu sebesar Rp1.916.750,- maka cacat warna tidak standar pilih sebagai cacat kritis (CTQ) yang dipilih sebagai objek pengendalian kualitas Six Sigma. Maka didapat nilai Defect Per Million Opportunity (DPMO) sebesar 1681 dan nilai sigma 4.43 s, ini berarti performansi kerja PT. NINA I SUKABUMI belum memenuhi syarat yaitu berada pada rata-rata industri dunia (5-6 s), namun untuk mencapai kegagalan nol (zero defect) atau mencapai 6 s maka masih perlu dilakukan beberapa perbaikan. Setelah teridentifikasi faktor penyebab cacat warna tidak standar maka dapat dibuat usulan tindakan perbaikan sebagai berikut : (1) melakukan pelatihan dan pengawasan, (2) disediakan neraca digital untuk mengukur banyaknya campuran pewarna, (3) membuat box khusus untuk memisahkan pewarna yang satu dengan yang lainnya, (4) memasang switch suhu otomatis pada mesin Youmsex, (5) proses penyetelan suhu mesin harus preventif atau secara berkala, (6) pada saat pencampuran warna dimasukan mesin mode, (7) membuat ukuran standar warna yang sesuai dengan banyaknya rambut.
Sumber