Logo Eventkampus

Semesta Wiro Sableng Pemincut Fox International

access_time | label Berita
Bagikan artikel ini
Semesta Wiro Sableng Pemincut Fox International

Membuat serangkaian film yang tergabung dalam universe atau semesta yang sama, memang seakan sedang tren. Tak hanya ada Marvel Cinematic Universe (MCU) yang berisikan seluruh pahlawan super Marvel, atau semesta DC Comics.

Film horor seperti The Conjuring bahkan drama Ada Apa dengan Cinta? pun berencana dibuatkan semesta sendiri. Demikian pula Wiro Sableng 212.

CEO Lifelike Pictures Sheila (Lala) Timothy mengaku sudah belajar dari berbagai film untuk membuat semesta Wiro Sableng, termasuk film-film Disney. Disney merupakan perusahaan induk yang menaungi Marvel Studios.


Pembelajaran itu membuahkan hasil. Lala sebagai produser sekaligus penulis naskah, sudah membuat semesta Wiro Sableng sebelum menulis skenario filmnya. Semesta itu mempermudah dirinya mengembangkan cerita yang sejak 1980-an digagas oleh Bastian Tito dan dituangkan menjadi ratusan novel itu.
 

"Ketika saya bilang mempersiapkan film trilogi, itu hanya bagian kecil dari bagian besar yang saya siapkan," kata Lala dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com di kawasan Jakarta Pusat, pekan lalu.

Kurang lebih Lala membutuhkan waktu satu tahun, sepanjang 2015, untuk membuat semesta Wiro Sableng. Ia mengawalinya dengan mempelajari 185 novel karya Bastian Tito. Demi itu, Lala tak segan 'turun gunung' ke toko buku loak, seperti di basemen Blok M Square. Novel-novel Wiro Sableng versi digital yang tersebar di dunia maya pun dirasanya sangat membantu.

Meski begitu, sineas berusia 46 tahun itu hanya membaca 10 novel pertama. Selebihnya, ia berdiskusi dengan tim baca untuk membuat semesta Wiro Sableng.
 

"Saya punya tim beranggotakan lima orang untuk membaca 185 novel itu. Setelah itu bikin semacam log book. Setiap karakter kami data satu-satu, mulai fisik, jurus, perguruan mana, golongan hitam atau putih dan seterusnya," kata Lala. 

Berbekal log book itu, Lala bertemu Tumpal Tampubolon dan Seno Gumira Ajidarma untuk menulis naskah. Pengetahuan sejarah Seno diperlukan Lala untuk menulis naskah dengan latar abad ke-16, masa pergerakan kerajaan Indonesia.

Kisah pergerakan kerajaan untuk saling menguasai itulah yang dijadikan latar cerita film Wiro Sableng yang bergenre action fantasy.

Seperti dalam novel Wiro Sableng, Lala tetap membuat pendekar golongan putih dan golongan hitam. Golongan hitam sangat rakus dan bermain dalam politik kerajaan, sementara golongan putih tidak ingin berurusan dengan politik. 

"Tetapi ketika golongan hitam banyak mencederai orang-orang tak bersalah, golongan putih masuk. Konflik dan ceritanya berawal dari situ," kata Lala.


Semesta dan kisah singkat itu pula yang menjadi bahan presentasi Lala kepada Fox International Production, yang merupakan anak perusahaan 20th Century Fox pada awal 2017 lalu. Menurut Lala, Fox International Production jatuh hati terhadap visi Lifelike Pictures dalam menggarap Wiro Sableng.

Tak butuh waktu lama. Sebulan setelah pertemuan, Lifelike Pictures resmi bekerja sama dengan Fox International Production pada pertengahan tahun 2017.

Dalam kesepakatan kerja sama disebutkan, Fox International Production akan membantu 50 persen biaya produksi, membantu membentuk struktur naskah dan mendistribusikan film Wiro Sableng ke berbagai negara. 

Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 sudah dipastikan akan tayang di Malaysia dan Singapura. Fox juga masih mengurus distribusi ke negara lain.

Melalui proses yang cukup alot, keputusan yang berkaitan dengan kreatif tetap berada di tangan Lifelike Pictures. Tak mudah membuat Fox setuju soal itu.

"Mereka tahu kalau ini adalah Intelectual Property Indonesia dan ini budaya kita. Kita yang tahu persis seperti apa dan harusnya karakter seperti apa."

Tak disangka, semesta Wiro Sableng yang diciptakan Lala lah yang memincut hati Fox. Itu diakui Executive Vice President Asia Pasific 20th Century Fox International, Kurt Rieder yang hadir saat jumpa media beberapa hari lalu.

"Kami tertarik dengan proyek ini karena Lala bukan menawarkan satu film, melainkan menawarkan semesta. Alasan lain kami tertarik bekerja sama karena Indonesia adalah pasar film yang sedang berkembang," kata Rieder.

Ia puas dan bangga bisa bekerja sama dengan karya sineas Indonesia. 

Kini setelah Wiro Sableng dirilis sejak Kamis (30/8) lalu, kerja keras Lala terbayar, meski ia belum selesai karena masih ada semesta yang menunggu.

"Kalau yang satu ini sukses, pastinya akan berlanjut," kata Lala yakin. (rsa) 

 

Penulis

foto Alamsyah
Alamsyah
SMK BHINA KARYA KARANGANYAR

Komentar