Beberapa tahun belakangan, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengurangan subsidi tertentu yang menuai tanggapan beragam dari masyarakat.
Meski terbilang kontroversial, kebijakan ini ternyata menjadi tren yang banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia.
“Banyak negara mengurangi subsidi dan menggantikannya dengan bantuan yang lebih ditargetkan bagi rumah tangga miskin,” tutur Benjamin Olken, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology.
Hal ini ia sampaikan dalam Mubyarto Public Policy Forum yang diselenggarakan Rabu (21/8) di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Ia menyebut, sebanyak 40 negara telah melakukan reformasi subsidi energi sejak tahun 2014. Subsidi pangan serta konsumsi energi memang telah menjadi salah satu bentuk bantuan sosial yang umum dilakukan di negara dengan pendapatan rendah dan menengah selama beberapa dekade.
Bantuan yang ia sebut sebagai “targeted transfers” belakangan mulai meningkat secara pesat di negara berkembang. Kebijakan Indonesia dalam bantuan sosial yang tepat sasaran, ujarnya, mengikuti tren ini. Kebijakan ini sendiri, menurutnya, menciptakan sederet tantangan kebijakan yang baru.
“Tantangan ini baru dan berbeda di negara emerging economies yang kita tahu di sana pengalaman dari negara maju tidak selalu bisa diterapkan,” terangnya.
Tantangan ini meliputi pertanyaan siapa yang layak menerima bantuan dan cara mengidentifikasinya, tipe bantuan yang diberikan, bagaimana memastikan bantuan tersebut benar-benar sampai pada keluarga yang tepat, serta bagaimana dampak dari bantuan tersebut terhadap kemiskinan dan kesejahteraan.
Karena itu, kolaborasi riset antara akademisi atau peneliti dengan para pembuat kebijakan menjadi penting untuk membantu mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Hal senada diucapkan oleh Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Bambang Widianto.
Ia mengatakan, diperlukan pendekatan berbasis bukti di dalam proses pembuatan kebijakan.
“Tantangan kita adalah bagaimana menyusun kebijakan berbasis riset. Pemerintah tidak mau trial and error, karena itu pemahaman terhadap suatu masalah menjadi penting,” ujarnya.
Kebijakan bantuan yang tepat sasaran, ujarnya, mampu menurunkan pengeluaran negara untuk subsidi tertentu dan meningkatkan bantuan yang lebih efektif bagi masyarakat yang memang membutuhkan.
Ia memaparkan kebijakan efisiensi subsidi listrik sebagai salah satu studi kasus. Kelompok kaya, ujarnya, seharusnya tidak menerima subsidi. Namun, kenyataanya, kelompok ini justru menikmati besaran subsidi yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga miskin.
Menanggapi fakta ini, pemerintah kemudian melakukan proses pencocokan data di tingkat rumah tangga, dan mengurangi jumlah rumah tangga penerima subsidi 900 VA untuk memastikan bahwa subsidi listrik hanya diterima oleh rumah tangga yang termasuk dalam kategori miskin.
“Dengan subsidi listrik yang menjadi lebih tepat sasaran, besaran subsidi yang kita keluarkan untuk listrik berkurang hingga 20 Triliun, dan anggaran subsidi untuk sektor lain seperti pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, bisa ditingkatkan,” paparnya.
Mubyarto Public Policy Forum 2019 menjadi bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-64 FEB UGM. Kegiatan ini terselenggara untuk ketiga kalinya dan merupakan kerja sama antara FEB UGM dengan Australia National University. Forum yang digelar kali ini secara spesifik mendiskusikan artikel Benjamin Olken bertajuk “Designing Anto-Poverty Programs in Emerging Economies in the 21st Century: Lessons from Indonesia for the World”.
“Kemiskinan masih menjadi masalah yang serius untuk diatasi. Meski tingkat kemiskinan di Indonesia turun, tapi itu berarti ada sekitar 25 juta warga yang masih hidup di bawah garis kemiskinan,” tutur Wakil Dekan FEB Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni, Amirullah Setya Hardi, Cand.Oecon., Ph.D.
Di samping Benjamin Olken dan Bambang Widianto, pembicara yang dihadirkan dalam forum ini adalah dosen FEB UGM, Dr. Elan Satriawan, Dosen FISIPOL UGM, Mulyadi Sumarto, serta Dr. Firman Witoelar Kartaadipoetra selaku perwakilan dari ANU Indonesia Project. (Humas UGM/Gloria)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/18320-kebijakan-pengurangan-subsidi-jadi-tren-global