Berkat inovasinya Kitoshelium, berupa pengawet alami untuk buah-buahan, mereka berhasil menyabet peringkat kedua pada ajang bergengsi tersebut. Kompetisi ISTEC yang diadakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) ini mengusung tiga kategori yang diperlombakan, yaitu Sains, Engineering, dan Teknologi.
Dikarenakan pernah mengikuti ajang serupa yang diadakan oleh IYSA, membuat Ferdi dan rekannya disarankan untuk mengikuti acara yang juga diikuti oleh beberapa peserta dari jenjang pendidikan mulai SD sampai perguruan tinggi tersebut.
Sebagai perwakilan dari ITS, Ferdi mengungkapkan, setiap tim atau peserta diberikan stan dan memasang poster untuk memamerkan produknya semenarik mungkin. Lalu juri akan memberikan penilaian kepada masing-masing produknya. “Produk kami berupa pengawet buah-buahan dan kebetulan kita dapat juri dari Afrika Selatan dan Thailand,” ungkapnya.
Pemuda kelahiran Bandung ini memaparkan, inspirasinya muncul dari teman ibunya yang mempunyai usaha salad buah. Namun mempunyai kendala buahnya yang mudah membusuk walaupun dimasukkan ke dalam pendingin, malahan buah akan berkurang kesegarannya. “Teman mama waktu itu menantang saya buat mencari solusi ini, karena saya dari teknik kimia maka dari itu saya menyanggupi dan mencobanya,” cerita Ferdi.
Dengan adanya Kitoshelium, lanjut mahasiswa angkatan 2019 ini, buah yang tadinya hanya bertahan dua sampai tiga hari, bisa sampai seminggu kesegarannya. Konsep ini seperti formalin, yang bisa mengawetkan makanan, tetapi bedanya Kitoshelium ini berbahan dasar alami. Dari ekstrak minyak bawang dan cangkang kerang hijau yang biasanya menjadi limbah begitu saja.
Dari bahan dasar ini dicampur dengan pelarut asam sitrat. Setelah jadi sebuah larutan, buah yang diperlukan direndam selama tiga menit lalu ditiriskan. “Sebelum digunakan atau dikonsumsi, buah yang sudah ditiriskan tadi masih mengandung bau bawang, namun bisa dihilangkan dengan dicuci terlebih dahulu,” jelasnya.
Tim yang dibimbing oleh Setiyo Gunawan ST PhD ini juga mengatakan, kalau penilaian juri yang bisa membuat mereka meraih silver medal adalah produk yang mereka hasilkan belum pernah ditemukan oleh peneliti lainnya. “Penelitian ini merupakan inovasi terbaru yang kami hasilkan, dan kami berencana membuat jurnalnya agar bisa terpatenkan,” tutur Ferdi.
Tak hanya sampai di situ, imbuhnya, mereka juga membuat roadmap skala pabrik, rancangan penjualan, dan juga sudah dikomersialkan. “Penjualan dari Kitoshelium ini masih dipromosikan ke mahasiswa sini-sini (ITS, red) aja sih, semoga ke depannya bisa lebih banyak peminatnya,” ujar mahasiswa kelahiran 29 April 1999 ini.
Meraih medali perak sendiri merupakan sesuatu di luar perkiraan mereka. Pasalnya, mereka juga bersaing dengan tim-tim lawan yang mempunyai inovasi lebih bagus dan menarik, terlebih saingan dari Negara luar seperti Brazil. “Ada dari Universitas Andalas yang juga mengeluarkan produk serupa bentuknya pengawet makanan bakso, namun inovasinya mengembangkan dari jurnal sebelumnya, bukan benar-benar baru,” jelasnya.
Ferdi berharap hasil dari karyanya bersama tim tersebut bisa dikembangkan lagi. “Semoga lebih banyak yang minat dengan produk kami, dan ke depannya ingin menemukan terobosan baru yang fokus pada bidang teknologi,” tutup Ferdi. (zar/HUMAS ITS)
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2020/01/17/pengawet-buah-alami-karya-mahasiswa-its-sabet-juara-di-istec/