Logo Eventkampus

Stigma Negatif Pemudik dan Bertambahnya Masyarakat Miskin di Tengah Covid-19

access_time | label Berita
Bagikan artikel ini
Stigma Negatif Pemudik dan Bertambahnya Masyarakat Miskin di Tengah Covid-19

Bencana virus Covid-19 tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan dan ekonomi, namun juga memunculkan stigma negatif bagi kalangan perantau yang memilih pulang kampung halaman karena daerah tempat kerjanya tidak lagi memberikan lapangan pekerjaan. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan makan saja mereka sulit. Bukan hanya bagi perantau, namun pemudik yang pulang kampung jelang puasa dan lebaran ini juga dianggap sebagai media penularan penyakit karena kembali dari daerah yang dianggap pusat sumber penyebaran virus tersebut.

“Mereka berada posisi diliema, muncul ketakutran dan kekhawatiran orang-orang seolah mereka membawa penyakit,"kata Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Dr. Agus Joko Pitoyo, dalam diskusi daring yang bertajuk Covid-19 dari Perspektif Kependudukan dan Kebijakan, Senin (20/4).

Saat ini pemerintah menganjurkan warga masyarakat dilarang untuk mudik dan bepergian di tengah Covid-19. Sementara kondisi para perantau yang tidak memiliki pekerjaan dan kesulitan ekonomi lebih memilih pulang kampung dengan alasan selain merasa ada harapan ekonomi,  dekat dengan keluarga, dan menghindari risiko tertular. “Di kampung ada perasaan tenang dan secara psikologis merasa damai karena dekat dengan keluarga sehingga mau tidak mau harus pulang,”ujarnya.

Namun begitu, menurut Agus Joko Pitoyo kepulangan perantau yang memilih mudik lebih awal sebelum lebaran atau mudik di saat lebaran dikhawatirkan akan menambah jumlah penderita Covid-19. Sebab, bertambahnya jumlah penderita di seluruh dunia disebabkan adanya penularan dari mereka yang melakukan migrasi. “Migrasi pergerakan manusia jadi agen utama penyebaran virus,”katanya.

Menurutnya, mudik lebaran memang dikhawatirkan akan meningkatkan risiko penularan virus ini. Apalagi mudik sudah menjadi tradisi masyarakat kita. Setiap tahun setidaknya ada sekitar 17 -18 juta orang melakukan aktivitas mudik. “Saat ada wabah ini sebagian terpaksa dan dipaksa mudik sebelum puasa atau lebaran karena tidak ada lagi penghasilan,” katanya.

Ia berpandangan apabila jumlah pemudik ini tidak dikendalikan justru akan meningkatkan jumlah penderita Covid-19 di tanah air. Namun begitu, bagi pemudik yang sudah berada di kampung halaman jangan pula sampai dikucilkan seolah mereka sebagai agen pembawa penyakit.

Ekonom dari FEB UGM, Dr. Elan Satriawan, mengatakan adanya kebijakan pemberian bantuan bagi masyarakat miskin yang terkena dampak Covid-19 sangat diperlukan. Apalagi pemberian bantuan tersebut juga mampu menahan mereka untuk tidak mudik untuk sementara. “Progran perlindungan sosial ini memiliki fungsi ganda, melindungi kesejahteraan dan menjamin mereka tetap di rumah,” katanya.

Meski pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp405 triliun untuk mengatasi dampak Covid-19 melalui pemberian bantuan, stimulus untuk UMKM dan kebijakan kesehatan, namun ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada angka 1-2 persen. Adapaun jumlah keuarga miskin akan bertambah sekitar 9-12 persen dengan jumlah penduduk miskin yang bertambah hingga 8,5 juta orang.

Pengamat Kebijakan Publik UGM, Dr. Ambar Widaningrum, mengatakan pemerintah nampak gelagapan dan mengalami krisis kebijakan saat Covid-19 ketika mulai masuk ke tanah air. Kebijakan pun diambil setelah mucul 1-2 kasus dan WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. “Dua hari setelah WHO menyakan Covid-19 sebagai pandemi maka keluar produk hukum. Saya hitung dalam satu bulan ada 9 produk hukum dari Kepres, Perpres, PP, Inpres dan Perpu,” ujarnya.

Menurutnya, krisis kebijakan di saat penyebaran corona masuk ke Indonesia disebabkan belum ada pemahaman pengetahuan soal wabah ini. Sementara data muncul dari luar negara tidak dimanfatakan secara seksama. “Ada keragu-raguan pemerintah dalam pengambilan kebijakan mendasar menanganani corona”katanya.

Pengalaman pemerintah dalam penanganan wabah ini menurutnya akan semakin menegaskan bahwa kebijakan publik yang diambil seharusnya berdasarkan akumulasi pengetahuan dan data. Selanjutnya, literasi masyarakat makin bertambah sehingga respons masyarakat terhadap Covid-19 semakin kokoh.

Penulis : Gusti Grehenson



Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/19324-stigma-negatif-pemudik-dan-bertambahnya-masyarakat-miskin-di-tengah-covid-19

Penulis

foto Berita Kampus
Berita Kampus
Namaku Tom, saya akan memberikan informasi/ berita seputar kampus yang ada di Indonesia

Artikel Terkait

Sivitas Akademika UGM Kenakan Baju Daerah
25 Oktober 2019
Mahasiswa FTP UGM Juara II Kompetisi Mahasiswa Teknik Pertanian Tingkat ASEAN
29 Oktober 2019
Penerima Dosen Saintek Berprestasi Tekankan Pentingnya Hilirisasi Riset
01 November 2019
Deteksi Dini dan Penanganan yang Benar Penting untuk Atasi Kanker
06 Februari 2020
Tim UGM Raih Tiga Penghargaan Asian Youth Innovation Awards
10 Maret 2020
Indonesia Kaya Tanaman Penghambat Perkembangan SARS-CoV-2
31 Maret 2020

Komentar