Pendidikan masa kini telah mengalami perkembangan di berbagai segi. Cara belajar inkonvensional berlatar teknologi canggih pun makin marak di era globalisasi yang merupakan tuntutan instagnasi arus zaman. Namun, seberagam apa pun cara dan kiat-kiat yang diperdebatkan demi mencapai kualitas belajar terbaik, membaca adalah salah satu kunci penting yang mengontrol berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran dijalankan.
Selain berguna untuk perkembangan intelektualitas seseorang dalam proses belajar, membaca juga membawa dampak baik lainnya bagi siapa pun yang mengamalkannya secara tekun, antara lain:
Sebagai penanda kualitas kepribadian. The Looking Glass Self Theory atau Teori Cermin Diri mengklaim tentang kepribadian seseorang dapat terbentuk dari apa yang dikatakan orang lain tentang diri individu yang berkaitan. Orang yang gemar membaca memiliki kepribadian yang beragam macam. Tanpa dijelaskan secara gamblang pun, cerminan kepribadiannya akan tampak lantaran karakter dalam dirinya telah terbangun oleh bacaan-bacaan yang dilahapnya. Pembaca karya-karya Shakespears sudah barang tentu mendekap sifat romantis dalam dirinya—entah sedikit ataupun banyak. Begitupun mereka yang kerap mengonsumsi bacaan-bacaan lain, seperti Frederik Backman, Peter L. Berger, John Steinback, atau Y.B. Mangunwijaya sekalipun.
Untuk menyempurnakan ‘tampilan’ luar dan dalam. Para perempuan mendewakan inner beauty sebagai indikator cantik yang (kebanyakan dari mereka menganggap) ‘harus’ dan ‘mutlak’ dimiliki. Paduan antara paras rupawan dan pemikiran cemerlang menjadi definisi ‘cantik’ yang sempurna. Bahkan, tak sedikit para feminis garis keras yang mengutuki perempuan-perempuan berfisik molek namun memiliki otak yang ‘kosong’. Di sanalah kegiatan membaca dijadikan sebagai siasat yang dianggap ampuh untuk ‘menyempurnakan’ tampilan mereka yang berusaha tidak hanya memiliki ‘outer’ sedap dipandang mata, tapi juga dibarengi dengan ‘kapasitas tampung’ pengetahuan yang memadai. Kalau begitu, bukankah dengan membaca dapat membuat Anda—para perempuan—menjadi terlihat berkali-kali lipat lebih cantik?
Agar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah secara inovatif. Layaknya detektif dalam cerita-cerita misteri, orang-orang berminat baca tinggi mempunyai cara-cara di luar nalar untuk menyelesaikan masalah yang tengah mereka hadapi. Strategi semacam Segitiga Peirce tidaklah diciptakan oleh seseorang yang ‘buta literasi’, melainkan dia yang mengubah bacaan-bacaan berbobot menjadi cabang-cabang pengetahuan yang terus merambat dalam pikirannya yang disesaki oleh fakta, ilmu, pertimbangan matang, dan hal-hal lain yang berguna bagi penumbuhkembangan cara-cara mengatasi kesulitan. Perbanyaklah mencermati bahan-bahan bacaan berkualitas, supaya proses pemecahan masalah mampu dilakukan ibarat sedang bermain petak umpet yang amat menyenangkan; butuh keakuratan, pertimbangan, dan pengeksekusian yang tidak sembarangan!
Dapat memperbanyak kenalan. Bagian ini bukanlah termasuk ke dalam kriteria friends with benefits alias Teman-Situasional—atau orang-orang yang menjalin hubungan pertemanan hanya demi mendapatkan keuntungan saat membutuhkan sesuatu. Punya kenalan yang pintar lantaran hobi membaca dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi memang menyenangkan. Banyak orang yang ingin berteman dengan mereka yang memiliki tingkat intelektualitas di atas rata-rata. Apalagi bagi para pelajar masa kini yang pikirannya telanjur diberangus oleh hal-hal instan yang enggan menguras ‘kerja keras’ otak. Diberi contekan saat ujian, mendapat bantuan full sewaktu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pengajar, dan sebagainya, merupakan keuntungan yang sekaligus merugikan. Seharusnya, memiliki teman berpengetahuan luas bisa dimanfaatkan untuk menggali bersama-sama ilmu hingga ke akar-akarnya, bukan malah menyiasati si teman demi kepentingan diri sendiri karena malas belajar. Untuk kalian yang memiliki sahabat, teman, ataupun pacar yang cerdas dalam cara pandang dan gemar menuntut ilmu, manfaatkanlah mereka sebagai partner belajar, jangan dijadikan sebagai objek ‘keuntungan yang merugikan’, karena akibat buruknya akan menimpa Anda yang melakukan hal demikian dan bukanlah teman ataupun pacar Anda itu! Percayalah juga bahwa kecerdasan dapat membantu Anda dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain!
Sebagai penyedia topik bahasan yang natural sehingga obrolan antara Anda dan kerabat terasa ‘hidup’. Bayangkan Anda sedang melakukan perjalanan menggunakan kereta, sayangnya, karena satu dan lain hal, kereta yang akan Anda tumpangi itu mengalami keterlambatan hingga beberapa jam ke depan. Sungguh membosankan, bukan? Namun, tiba-tiba Anda bertemu dengan orang asing yang memiliki hobi serupa—misalnya menikmati karya-karya penulis terkenal sekelas Andrea Hirata, Dee Lestari, ataupun Djenar Maesa Ayu—yang juga menumpang di kereta yang sama dengan Anda kala tengah menunggu jam keberangkatan tiba. Anda dan kenalan baru Anda itu menghabiskan waktu dengan berbincang tentang buku kesukaan masing-masing, berbagi informasi terkini mengenai penulis favorit kalian yang ternyata sama, serta membuat janji untuk menghadiri peluncuran buku baru dari penulis yang kalian gemari tersebut berbarengan. Topik yang mengalir dan perbincangan yang bergulung seru serta natural membuat kalian lupa waktu, dan tanpa terasa, jam keberangkatan pun akhirnya tiba. Bukankah proses menunggu yang seperti itu sangat mengasyikkan? Gemarlah membaca dan jadikan sebagai hobi, siapa tahu Anda akan mengalami kejadian macam begini dalam waktu dekat!
Cukup banyak juga ternyata manfaat positif yang bisa didapat dari gemar membaca. Tidak hanya dari segi kelimuan, bukan? Melainkan juga dari proses berinteraksi dengan lingkungan. Mulai sekarang, cobalah untuk membiasakan diri Anda tenggelam bersama bacaan-bacaan yang menyenangkan namun sekaligus memiliki konten berkualitas, lalu temukan hal-hal di atas (atau mungkin juga bisa lebih dari itu) akan terasa nyata dalam diri dan lingkungan Anda! Selamat jatuh cinta pada literasi!