Logo Eventkampus

MEMATRI REVOLUSI MENTAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

access_time | label Lainnya
Bagikan artikel ini
MEMATRI REVOLUSI MENTAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

                                                                MEMATRI REVOLUSI MENTAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

                                                                                             Oleh: Prima Agung Palupi[1]

Mencerdaskan kehidupan bangsa. Itulah salah satu bunyi dalam Pembukaan UUD 1945 aliena ke-4 yang dinyatakan sebagai tujuan berdirinya negara Indonesia. Sudah lebih setengah abad Indonesia merdeka, namun kesejahteraan yang menjadi harapan bangsa belum juga terpenuhi hingga saat ini. Sudah tujuh kali Presiden Indonesia berganti, namun jaminan kesejahteraan itu belum juga terpenuhi. Menjadi bangsa yang maju dan sejahtera itulah tujuan utama berdirinya negara ini, keinginan bangsa untuk maju dan berkembang menjadi suatu negara yang dapat dipandang oleh dunia tentunya hendak memperbaiki dan meningkatkan kualitas manusianya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu melalui pendidikan.

Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya[2]. Keselamatan dan kebahagiaan itulah wujud konkrit dari yang namanya kesejahteraan. Itulah sebabnya pendidikan merupakan suatu cara yang strategik untuk memperoleh kesejahteraan masyarakat suatu negara. Untuk menerapkan cara strategik tersebut, maka dibutuhkanlah yang namanya lembaga pendidikan formal yang mewadai proses berlangsungnya pendidikan di Indonesia.

Namun data IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang dikeluarkan oleh UNDP pada tahun 2013 yang menyebutkan bahwa Indonesia masih tetap bertahan pada peringkat 108 dari 287 negara. Dimana posisi tersebut pada lingkup ASEAN menempatkan Indonesia di posisi ke 5 setelah negara-negara tetangganya yaitu Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand. Data tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan pertahun Indonesia sebesar 0,90%  dan masih menempatkan Indonesia pada kelompok medium dalam soal pembangunan manusia[3]. Ini membuktikan bahwa, Indonesia harus meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan IPM kembali di tahun berikutnya dan dapat  menembus posisi 50 besar dunia. Maka dari itu, untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, peranan pendidikan formal sangat dibutuhkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan juga turut menyampaikan bahwa: sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan, nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5 yang seharusnya 75, Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara pada pemetaan kualitas pendidikan, pemetaan pendidikan tinggi Indonesia menduduki peringkat 49 dari 50 negara, Indonesia masuk dalam peringkat 64 dari 65 negara yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International Study Assessment)[4] pada tahun 2012, dan Indonesia menjadi peringkat 103 dunia negara yang pendidikannya diwarnai aksi suap-menyuap serta pungutan liar[5]. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Indonesia sedang mengalami kekacauan. Ditambah lagi, kurikulum yang nampak gonta ganti namun belum memberikan perubahan yang signifikan menjadi kelemahan sistem kurikulum pendidikan Indonesia dan proses pembelajaran yang tidak kondusif bagi pembentukan karakter bangsa menjadi kendala kemajuan dunia pendidikan Indonesia saat ini.

Berbicara masalah karakter, melihat kondisi Indonesia sekarang ini memang sangat memerlukan yang namanya pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal untuk keluar dari keterpurukannya. Kejujuran, ketakwaan, tidak kenal menyerah dan tanggungjawab yang seharusnya menjadi karakter bangsa seakan-akan menghilang. Korupsi merajalela, tingginya tingkat kriminalitas dan banyaknya jumlah pengangguran menjadi bukti memudarnya karakter tersebut.  Ir. Soekarno pernah berkata bahwa “Tidak ada pembangunan bangsa tanpa pembangunan karakter bangsa”. Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter untuk kemajuan suatu bangsa, Sekiranya perkataan Soekrno tersebut selaku founding fathers sangat sinkron dengan keadaan Indonesia sekarang ini.

Hal ini pula sangat sinkron dengan gagasan yang dicanangkan oleh Jokowi-JK yang merencanakan program “Revolusi Mental” bagi Indonesia. Memang sangat tepat mengingat keadaan Indonesia sekarang ini membutuhkan perbaikan mental, baik mental individu maupun sosial masyarakat. Kejujuran, ketakwaan, tidak kenal menyerah, dan tanggungjawab tentunya merupakan karakter yang seharusnya dihadirkan kembali dalam kebangsaan Indonesia. Maka dari itu, revolusi mental merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk memberikan perbaikan karakter bangsa saat ini.

Revolusi mental bukanlah hal yang baru bagi Indonesia, melainkan gagasan lama yang telah digaungkan kembali. Ir. Soekarno pada tahun 1957 memperkenalkan revolusi mental yang disebabkan karena adanya degradasi semangat juang pasca kemerdekaan. Masyarakat Indonesia tidak menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia pada saat itu hanyalah sebatas gerbang emas untuk masuk ke ruang yang akan menjanjikan kesejahteraan. Bung Karno menggaungkan revolusi mental supaya rakyat Indonesia tidak berhenti dan merasa puas atau dalam artian merubah mental Indonesia yang merasa cepat puas dan merasa cukup dalam memperjuangkan tujuan awal negara ini didirikan yaitu mensejahterakan rakyat. Sama halnya yang diharapka oleh Presiden RI ke 7 yang mencanangkan revolusi mental kembali. Mengharapkan adanya perubahan atas pola pikir, cara kerja dan cara hidup rakyat Indonesia, sehingga terciptanya jiwa Indonesia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali dan berjiwa api yang menyala-nyala dapat tercipta serta melekat pada jiwa bangsa Indonesia.

 Pelaksanaan revolusi mental dalam pendidikan Indonesia tentunya membidik sasaran pada unsur pemerintah itu sendiri, tenaga pengajar dan peserta didik. Ketiga unsur tersebut adalah point guard dalam keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan Indonesia. Ketika pemerintah mampu menciptakan sistem pendidikan karakter yang baik, kemudian menciptakan tenaga pengajar yang berbasiskan pendidikan karakter, maka dengan mudah menanamkan karakter yang diharapkan kepada peserta didik. Ketidakjujuran, ketidatakwaan, mudah putus asah dan tidak bertanggungjawab adalah karakter yang hendak direvolusi untuk menumbuhkan kembali mental bangsa Indonesia yang sebenarnya.

Merevolusi suatu karakter tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tentunya permasalahan ini akan melibatkan unsur pemerintah sebagai penyedia dan penanggungjawab terhadap layanan pendidikan. Perlu adanya prioritas terhadap tenaga pengajar yang direalisasikan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah, yaitu membenahi kembali sistem perekrutan guru, meningkatkan pengembangan terhadap guru dan membenahi kembali kurikulum yang telah ada. Sistem perekrutan guru yang selama ini diwarnai dengan nepotisme dan transaksi keuangan didalamnya membuktikan bahwa hilangnya kejujuran dalam sistem perekrutan. Dengan demikian maka terciptalah tenaga pengajar yang memiliki karakter tidak jujur dan bertanggungjawab. Maka dari itu pemerintah harus merombak kembali sistem perekrutan yang mengutamakan prinsip kedekatan dan transaksi keuangan menjadi prinsip yang berbasiskan kompetensi dan karakter yang baik melalui tes psikologi yang ketat, hal ini merupakan upaya revousi mental terhadap tenaga pengajar. Kemudian, perlunya pemerintah meningkatkan pelayanan pengembangan tenaga pengajar melalui DIKLAT (Pendidikan dan Pelatihan) yang dilakukan rutinitas setiap bulannya untuk seluruh guru di Indonesia, baik itu guru yang bertugas di pusat kota maupun di pelosok pinggiran kota. Pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut, maka diberikanlah penanaman-penanaman karakter sebagai upaya mewujudkan revolusi mental terhadap tenaga pengajar sebagai bekal untuk diberikan kepada peserta didik nantinya. Dan terakhir, gonta-ganti kurikulum sering dilakukan namun belum memberikan perubahan yang signifikan terhadap pendidikan Indonesia, sehingga diperlukan pembenahan terhadap kurikulum yang telah ada. Terlaksananya suatu kurikulum yang baik adalah bukti keberhasilan seorang guru, Jika guru gagal dilatih, maka gagal pula perubahan suatu kurikulum. Itulah sebabnya dibutuhkan pelatihan guru kembali yang menerapan metode experiential yang intensif dan berkesinambungan.[6] Sehingga guru dapat memahami segala latar belakang pembuatan kurikulum dan dengan mudah guru mampu menerjemahkan kurikulum kedalam cara mengajarnya. Dengan demikian pemberitaan seperti pencabulan dan kekerasan terhadap murid, menghilang dari peradaban dunia kependidikan Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa betapa bobroknya karakter guru saat ini. Tentunya hal ini adalah alaram keras bagi Indonesia untuk segera mengevakuasi karakter guru yang makin hancur tersebut melalui revolusi mental.  

Sasaran utama penerapan revolusi mental adalah peserta didik. Peserta didik dijadikan sebagai sasaran utama, dikarenakan peserta didiklah yang diharapkan mampu memberi konstribusi besar terhadap negara dikemudian hari sebagai generasi muda. Maraknya tindakan korupsi umumnya adalah tindakan yang dilakukan oleh orang-orang berpendidikan. Pertanyaan besarnya mengapa orang-orang terdidik sampai hati melakukan perbuatan tersebut. Inilah pentingnya menanamkan karakter kejujuran, ketakwaan, tidak mudah menyerah dan bertanggungjawab kepada peserta didik saat ini agar tercipta kemajuan bangsa di kemudian hari.

Betapa pentingnya Indonesia mengetahui dan memahami karakter bangsanya sendiri yang tersimbol dalam Pancasila. Segala perbuatan dan tingkah laku bangsa harus berlandaskan Pancasila. Namun seiring berjalannya waktu, nilai-nilai pancasila tersebut memudar. Revolusi mental hadir sebagai solusi untuk mengembalikan nilai-nilai karakter bangsa tersebut dan membentuk karakter baru Indonesia yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali dan berjiwa api yang menyala-nyala. Dimana revolusi mental tersebut dipatrikan ke dalam sistem pendidikan Indonesia yang dapat memberikan jaminan terhadap kemajuan bangsa yang sejahtera.

 

 

 

 

[1] Prima Agung Palupi adalah Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kampus Jakarta yang sedang menempuh pendidikan di semester 6 (Nindya Praja).

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Dasar_Pendidikan#cite_note-Pendidikan-1

[3] Rilis UNDP Pembangunan Manusia Indonesia Jalan di Tempat (25/07/2014). Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/07/25/rilis-undp-peringkat-pembangunan-manusia-indonesia-jalan-di-tempat-676455.html, Diakses pada tanggal 11/05/2015

[4] PISA (Programme for International Study Assessment) atau Program Penilaian Pelajar Internasional adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun.

[5] Data yang disampaikan oleh Bapak Anies Baswedan  (01/12/2014). Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/01/13455441/anies.baswedan.sebut.pendidikan.indonesia.gawat.darurat . Diakses pada tanggal 11/05/2015

 

[6] Metode experiental adalah metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai sikap melalui pengalamannya secara langsung.

Penulis

foto Prima Agung Palupi
Prima Agung Palupi
Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Prima Agung Palupi, S.IP Purna Praja IPDN XXIII

Artikel Terkait

REAL FRIEND VS UNREAL FRIEND
10 Juli 2017
5 Keuntungan Yang Bisa Kamu Dapatkan Kalau Kamu Bisa Berbahasa Inggris. Mau?
11 Juli 2017
Saling memahami antara anak dan orang tua
03 Agustus 2017
"Rahasia Wajah Cantik Berseri"
18 Agustus 2017
10 Peringkat Perguruan Tinggi teratas di Indonesia
19 Agustus 2017
ZAMAN NOW! BERPRESTASI DENGAN "ANUGERAH", TAMPAN BAK ARTIS!!
31 Oktober 2017

Komentar