Logo Eventkampus

5 Tradisi yang Masih Berlaku di Indonesia

access_time | label Berita
Bagikan artikel ini
5 Tradisi yang Masih Berlaku di Indonesia

Indonesia bisa disebut sebagai gudangnya tradisi. Ini tak lepas dari banyaknya suku yang mendiami negeri ini. Setiap suku memiliki tradisi masing-masing, sehingga membuat Indonesia kaya.

 

Tapi, di tengah era modernisasi, semakin banyak tradisi di Indonesia yang tergerus kemajuan zaman. Salah satu penyebab suatu tradisi tidak lagi dipraktekkan adalah dianggap kurang relevan dengan masa kini.

 

Anggapan ini muncul bisa karena tradisi tersebut membutuhkan banyak biaya, sementara kebutuhan sehari-hari sudah mengambil banyak porsi tabungan. Misalnya tradisi menggelar pertunjukan wayang semalam suntuk dalam adat pernikahan Jawa.

 

Biaya menanggap wayang bisa sampai Rp 100 juta, bahkan jauh lebih besar dari itu jika dalangnya sudah terkenal. Karena itulah tradisi ini sudah hampir tak pernah ditemui. Hanya keluarga berada yang masih melestarikannya.

 

Tapi ada pula tradisi yang masih berlaku di Indonesia meski butuh biaya banyak untuk menyelenggarakannya. Biasanya tradisi itu dimodifikasi sehingga tak saklek seperti zaman dulu. Namun ada juga tradisi yang masih dipertahankan keasliannya.

 

Simak 5 tradisi di Indonesia yang masih dilestarikan walau biayanya cukup besar berikut ini:

 

1. Sunatan di Aceh

Bagi masyarakat urban, sunatan buat anak biasanya digelar secara sederhana. Pagi anak diantar ke rumah sakit untuk dikhitan, sorenya bikin syukuran dan bagi-bagi makanan di lingkungan rumah lalu sudah. 

Tapi buat masyarakat yang masih memegang teguh tradisi, sunatan dilakukan dengan prosesi yang panjang dan membutuhkan biaya yang tak sedikit. Contohnya tradisi sunatan di Aceh yang prosesinya dimulai tiga hari sebelum si anak disunat.

Di Aceh, walah hanya satu anak yang sunatan, seluruh warga desa bergerak. Prosesi sunatan di Aceh full aturan adat dari konsep pakaian hingga makanan.Walhasil, biaya penyelenggaraannya pun cukup besar.

2. Mitoni

Mitoni adalah upacara mempersiapkan kelahiran bayi saat usia kehamilan 7 bulan. Upacara adat Jawa ini lekat dengan budaya Islam.

Jika diselenggarakan dengan adat Jawa utuh, prosesi mitoni membutuhkan seharian penuh dan biaya yang relatif besar. Upacara ini mirip-mirip dengan pernikahan Jawa, ada sungkeman dan siraman. Keluarga yang menggelar upacara ini juga harus mengundang tetangga dan kenalan untuk ikut mendoakan si jabang bayi.

 

3. Rambu Solo

Tradisi mengantar kepergian jenazah di Toraja ini menjadi daya tarik wisata Sulawesi. Sebab, upacaranya digelar secara rumit tapi menarik.

 

Rambu Solo wajib digelar masyarakat asli Toraja. Jika salah seorang keluarga meninggal tapi belum digelar Rambu Solo, jenzahnya akan diperlakukan seperti orang sakit. Dia bakal diberi makan-minum, ditidurkan di ranjang, dan bahkan diajak mengobrol.

Saking besarnya biaya Rambu Solo, banyak warga Toraja yang harus menunggu hingga berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun untuk melaksanakannya. Sebab, mereka harus mengumpulkan uang dulu sampai cukup untuk membayar seluruh prosesi yang bisa mencaapai ratusan juta rupiah.

 

4. Tiwah

Sementara Toraja punya Rambu Solo, warga Dayak di Kalimantan punya Tiwah. Tradisi ini digelar untuk menyucikan jiwa orang yang telah meninggal agar diterima di surga.

Sama seperti masyarakat Toraja, komunitas Dayak juga harus menabung lama untuk menyelenggarakan tradisi yang digelar non-stop selama sebulan ini. Biaya untuk menyelenggarakan Tiwah puluhan hingga ratusan juta rupiah. Tapi biasanya warga setempat ikut mengumpulkan sumbangan bagi keluarga yang akan menyelenggarakannya.

 

5. Ngaben

Ngaben adalah tradisi pembakaran jenazah di Bali. Tradisi di Indonesia yang masih dilestarikan ini bisa menyedot dana puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Dulu Ngaben digelar secara perseorangan. Artinya bila seorang anggota keluarga meninggal, maka keluarganya akan menggelar Ngaben agar jiwanya tenang. Tapi sekarang warga Bali lebih sering menyelenggarakan Ngaben secara bersama-sama.

Sebab, biaya penyelenggaraan bisa ditanggung bersama. Sementara menanti barengan, jenazah keluarga tersebut akan dikubur atau disimpan di dalam rumah hingga Ngaben tiba.

Tradisi-tradisi itu memang terbilang mahal, tapi sebisa mungkin dilestarikan. Sebab tradisi itu menjadi kebanggaan Indonesia dan anak-cucu harus tahu bahwa negeri kita kaya dan membanggakan. 

Soal biaya pasti ada jalan keluar. Dalam tradisi di atas disebutkan contoh langkah penghematan, seperti menggelar bersama atau menabung dulu.

Jika mungkin, pemerintah bisa dimintai bantuan. Pasalnya, penyelenggaraan tradisi itu juga bermanfaat buat pemerintah, terutama dalam hal industri wisata.

Penulis

foto Rizky Mahendra Giri Kuncoro
Rizky Mahendra Giri Kuncoro

Komentar