SHC 2020 adalah kompetisi daring yang diselenggarakan oleh IPB University dan diperuntukkan bagi mahasiswa program diploma dan sarjana dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Kompetisi ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan produktivitas mahasiswa dalam memanfaatkan teknologi di tengah pengisolasian diri dalam masa krisis Covid-19.
Adalah Nabila Disarifianti, mahasiswi DKV ITS ini memanfaatkan keterampilannya dalam bidang desain untuk mengikuti salah satu cabang lomba dalam SHC 2020, yakni Visual Storytelling. Lomba ini menantang para desainer untuk dapat menerjemahkan cerita dari cabang lomba Kisah Inspiratif dengan tema Melawan Keterbatasan ke dalam bentuk gambar.
Lalak, sapaan akrabnya, mengaku bahwa keterlibatannya dalam kompetisi ini semata untuk mengisi waktu luangnya selama belajar dari rumah. “Apalagi saat ini banyak sekali kompetisi online yang berhubungan dengan bidangku (desain, red). Niatnya coba-coba aja untuk cari prestasi,” tuturnya.
Dalam cabang lomba yang diikuti Lalak, tak semua pendaftar berkesempatan untuk menjadi finalis. Pada seleksi tahap pertama, semua pendaftar diwajibkan untuk mengumpulkan portofolio berupa karya orisinil yang dibuat sendiri oleh pendaftar tanpa campur tangan orang lain. “Untuk portofolio ini, aku melampirkan dokumen yang sudah aku punya, kebanyakan dari tugas kuliah,” jelasnya.
Dari 281 pendaftar untuk cabang lomba Visual Storytelling, hanya 20 pendaftar yang terpilih menjadi finalis lomba. Beruntung, mahasiswi asal Surabaya ini terpilih menjadi satu dari 20 finalis yang terpilih untuk mengikuti tahap selanjutnya. Dalam tahap ini, Lalak bukanlah satu-satunya mahasiswa ITS yang terpilih. Adapula Nadine Aulia Farah Diba, Aprilia El Shinta, serta Shearvina Deas Gunawan yang berada dalam daftar finalis lomba.
Dalam pembuatan karyanya ini, Lalak dipasangkan dengan Afif Husain Rasyidi dari Universitas Brawijaya yang membuat karya Kisah Inspiratif dengan judul Degeneratif. Kisah ini menceritakan tentang mimpi yang mulai terkikis karena low vision yang dialaminya. Sebuah kondisi di mana penglihatan seseorang mengalami batasan tertentu dalam melihat objek, tetapi akhirnya sang penulis memutuskan untuk belajar berdamai dengan dirinya sendiri dan berkeinginan menebar manfaat untuk orang lain.
Gadis kelahiran 1 Maret 2000 ini mengaku tertohok dengan kisah si empunya cerita yang berkisah tentang pengalaman pribadinya tersebut. Bagi dirinya yang sangat lekat orientasi visualnya, sangat sulit untuk memvisualkan orang dengan kondisi low visual. “Tapi akhirnya, aku coba untuk brainstorming dari artikel tertentu supaya karyaku tidak menimbulkan kesan menyinggung pihak yang ada dalam kondisi tersebut,” ujarnya.
Mahasiswi angkatan 2018 ini mengatakan bahwa kompetisi tersebut adalah kali pertamanya ia mengikuti lomba di perkuliahan, karena kompetensi digital drawing seperti ini baru dipelajarinya di semester empat. Juga, dirinya mengalami kendala dalam mengerjakan karyanya karena bertepatan juga dengan minggu pengumpulan ilustrasi untuk tugas kuliah. “Dengan waktu pengerjaannya yang hanya diberikan selama empat hari oleh penyelenggara, jadi aku mengerjakan karya untuk lomba ini agak ngebut,” ungkapnya.
Alumnus SMAN 5 Surabaya ini menyampaikan ketertarikannya pada festive design yang diaplikasikan pula dalam karya buatannya untuk kompetisi ini. Ia menginginkan karyanya memiliki kesan unik dan ceria. “Untuk itu, aku selalu pakai warna yang colorful di setiap ilustrasi yang aku kerjakan agar terkesan eye catching dan mudah diingat orang,” terangnya.
Untuk menerjemahkan sebuah kisah inspiratif yang sarat akan makna, perempuan yang sedari kecil sudah hobi menggambar ini menuturkan bahwa dirinya meletakkan perhatian pada ilustrasinya dalam hal gaya gambar dan pemilihan kata. “Karena dari kisahnya sendiri sudah sangat menyentuh, yang ditekankan di sini adalah pemilihan kata dalam ilustrasi yang tidak terlalu ribet dan mudah dimengerti pembaca,” urainya.
Sebagai penutup, Lalak mengatakan bahwa untuk berkarya dan menumbuhkan terus produktivitas di situasi saat ini, motivasi harus datang dari diri sendiri. Anggap saja hadiah lomba itu dijadikan motivasi untuk berkarya. “Dengan demikian, di tengah pandemi yang terkesan memberikan dampak negatif ini, kita tetap bisa melakukan hal positif. Salah satunya adalah dengan berprestasi,” pungkasnya. (tri/HUMAS ITS)