Pandemi yang terjadi memaksa orang-orang menunda keinginan untuk pergi. Apalagi sekarang, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sedang terjadi. Setiap orang disarankan untuk tidak bepergian menjadi solusi disiplin terkini. Namun siapa sangka, kondisi ini dapat memicu cabin fever pada orang-orang yang terus menerus berada di rumah. Istilah cabin fever sendiri merujuk pada perasaan yang terkait dengan kondisi terisolasi dari dunia luar yang tak terjamah.
Kondisi semacam ini berpotensi membuat mental seseorang menjadi terganggu, tak terkecuali para mahasiswa yang hampir dua bulan belajar dari rumah. Belum lagi beban tugas yang konon katanya diringankan tapi nyatanya tetap menyusahkan, semakin menjadikan mahasiswa sengsara sembari diselingi rasa amarah. Menurut psikolog Vaile Wright, adalah salah satu tanda dari cabin fever yang akan membuat seseorang merasa bosan, putus asa, sulit berkonsentrasi, mudah marah hingga gundah gelisah.
Meski ancaman cabin fever sudah jelas, tetap saja mahasiswa tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab pada saat yang sama, mahasiswa harus menghadapi akhir masa perkuliahan. Juga, disibukkan pula dengan tugas besar yang harus diselesaikan. Ya, walaupun kondisi memang sedang tidak memungkinkan untuk berjuang mati-matian menyelesaikan tugas demi lulus semester dan tidak mengulang.
Saat ini, mahasiswa harus pandai mengambil sikap di tengah pandemi. Apalagi, mahasiswa muslim harus bersiap diri dengan datangnya bulan suci ditengah wabah yang terjadi. Menurut dr Feranindhya Agiananda SpKJ (K) ahli kejiwaan, puasa diyakini mampu membantu menyembuhkan kondisi mental yang sedang mengalami masalah seperti frustasi. Dalam hal ini, beban mahasiswa dirasa bisa sedikit teratasi, meski belum tentu itu juga menjadi sebuah solusi.
Para mahasiswa sedang ditekan dari berbagai arah. Belum usai dengan rentetan tugas kuliah, hadir pula kewajiban berpusa yang harus dilakukan di tengah wabah. Banyak yang bilang bahwa seseorang harus tetap tenang agar semua masalah terasa senggang. Padahal bukan itu yang dibutuhkan, melainkan solusi efektif yang bisa diterapkan. Mungkin beberapa jurus jitu dibawah bisa dilakukan sekaligus menenangkan bagi kalian yang mungkin membutuhkan.
- Atur waktu belajar
Dimasa pandemi dan puasa, kuliah daring dan tugas terasa semakin menumpuk. Perlu langkah tepat untuk mengatur jam produktif agar tak terbuang menjadi waktu yang pasif. Disaat puasa seperti ini, waktu paling efektif menurut saya adalah waktu selepas tarawih. Sebab, saat itu pikiran sudah mulai membaik dan bisa difungsikan untuk melakukan berbagai hal dengan baik. Sehingga, waktu yang ada dimanfaatkan dengan maksimal dan tugas secara otomatis terselesaikan secara optimal.
- Tentukan skala prioritas
Untuk menyelesaikan tugas dengan optimal dan tidak memberatkan, tentukan skala prioritas pada tugas yang diberikan. Pilihlah untuk menyelesaikan tugas terdekat agar tak menjadi beban pikiran yang menyebabkan penat. Tak perlu risau dengan tugas yang lain, cukup hiraukan agar maksimal pada tugas yang sedang dikerjakan. Lakukan tugas prioritas paling genting yang dianggap paling penting. Jika sudah baru lakukan tugas yang lain.
- Jangan menunda pekerjaan
Jepang terkenal akan tenaga kerjanya yang disiplin. Menurut orang Jepang, menunda pekerjaan justru malah menambah jumlah pekerjaan itu sendiri. Sehingga, seseorang cenderung membiarkan masalah berlarut-larut sampai akhirnya semua carut marut. Maka, tak perlu menunggu waktu yang tepat untuk mengerjakan tugas. Jangan korbankan waktu istirahat untuk menyelesaikan semua tugas yang berat. Lakukan satu demi satu dengan apik untuk hasil yang terbaik.
- Tetap berpikir positif
Memang tugas yang banyak dengan deadline yang sempit seringkali dianggap sebagai momok yang mengerikan. Namun, sebaiknya hilangkan anggapan tersebut dan mulailah untuk berteman. Tak perlu terlalu serius menyikapinya, tanpa mengurangi usaha yang sewajarnya. Memang, pasti akan selalu ada konsekuensi yang harus dihadapi. Namun, coba jadikan itu sebagai motivasi. Yakinlah semua tugas akan selesai pada waktunya.
- Selingi dengan hiburan
Tak melulu serius dalam mengerjakan tugas, sesekali izinkan dirimu untuk lepas. Buat diri senyaman mungkin agar tak terbawa beban pikir. Lakukan hal yang kamu suka seperti bermain gawai ataupun menonton drama korea. Hal ini perlu dilakukan untuk menenangkan pikiran dan mengistirahatkan kepenatan. Ingat, jangan berlebihan dan menjadikannya hambatan. Berilah ruang yang sewajarnya untuk membahagiakan diri sendiri di tengah runyamnya tugas mandiri.
Saya mafhum jika kuliah terasa lebih penat di tengah Ramadhan yang bersekat akibat pandemi yang tak usai dengan cepat. Yang harus mahasiswa lakukan adalah tetap memberi kehangatan, menyambut dengan kegembiraan dan menyempatkan diri untuk berpikir positif bahwa semua kejadian ini akan indah pada waktunya. Seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Jadi, tetaplah bersabar kawanku. Yakinlah bahwa semua akan berakhir, dan pelangi akan datang di saat yang tepat.
Ditulis oleh:
Mukhammad Akbar Makhbubi
Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Reporter ITS Online
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2020/05/03/mahasiswa-antara-kuliah-wabah-dan-puasa/