UNS – Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (Himaters) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengadakan kuliah tamu secara online pada Rabu (5/8/2020). Mengangkat topik `Diplomasi Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia-Perancis`, agenda ini dilaksanakan melalui Google Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Himaters UNS. Hadir memberi sambutan Kepala Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI), Drs. Ing. Agung Setiawan, S.E., S.I.Kom., M.Si., Ph.D serta pembukaan acara yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ismi Dwi Asusti Nurhaeni, M.Si.
“Melalui diskusi ini saya berharap dapat dikembangkan jejaring kerja sama antara FISIP UNS dengan perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga lainnnya di luar negeri khususnya di Perancis. Serta menumbuhkan semangat mahasiswa dan dosen UNS untuk go internasional dalam menjawab tantangan global,” tutur Prof. Ismi.
Bintang Indra Wibisono, S.hub.int. M.A selaku moderator mempimpin jalannya diskusi yang berlangsung pada kuliah tamu tersebut. Hubungan internasional menjadi salah satu keilmuan yang dinamis dan kompleks. Mengikuti perkembangan yang terjadi, pelaku dibidang hubungan internasional harus beradaptasi dengan kondisi yang ada. Diplomasi sebagai inti dari hubungan internasional mengalami pergeseran dari hard power diplomacy menjadi soft power diplomacy. Dahulu aspek politik dan ekonomi menjadi kekuatan suatu negara untuk melaksanakan diplomasi. Kini bergeser mengutamakan langkah-langkah yang mampu menarik negara-negara lain untuk berdiplomasi.
Menghadirkan satu narasumber, kuliah tamu disampaikan oleh Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D selaku Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) di Paris, Perancis. Hubungan Perancis-Indonesia dimulai September 1950. Telah berhasil bertahan hingga 70 tahun, hubungan bilateral ini terus berkembang. Terhitung tahun 2011, tidak hanya semata-mata hubungan bilateral kini Perancis berkedudukan sebagai mitra strategis. Perancis masuk 10 besar partner perdagangan dengan Indonesia.
Pada kesempatan tersebut Prof. Warsito juga menjelaskan beberapa aktivitas yang dilakukan oleh kedua negara tersebut, seperti kegiatan ekspor dan impor. Keduanya memiliki agenda di beberapa bidang, contohnya di bidang pertanian dan manufaktur. Selanjutnya terkait dengan proses kedua negara melakukan diplomasi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kekuatan diplomasi ini tidak selalu berbentuk politik dan sesuatu yang keras. Akan tetapi bisa melalui pendekatan sosial budaya dari negara tersebut.
“Saat ini tugas diplomasi tidak lagi menjadi tugasnya para diplomat. Dengan dunia online, komunikasi yang tanpa batas, diplomasi dapat dilakukan oleh siapa saja. Sejatinya saat ini mahasiswa yang memiliki akun sosial media ini menjadi kekuatan diplomasi kita,” tutur Prof. Warsito ditengah pembahasan.
Membentuk citra yang baik memerlukan dukungan dari banyak pihak. Masyarakat khususnya mahasiswa bisa berkontribusi untuk memperkuat diplomasi dengan memberikan informasi-informasi positif. Serta berkarya dan memperkenalkannya sampai di tingkat internasional.
Untuk menjadi seorang diplomat ada beberapa hal yang harus dipahami seperti kemampuan diplomasi (komunikasi dan penguasaan bahasa). Selanjutnya pola pikir kritis dalam menganalisa, adaptif serta reaktif memberikan respon kepada sebuah persoalan. Tidak lupa akan semakin baik jika memiliki keahlian dibidang kebudayaan.
Diakhir diskusi Prof. Warsito memberikan informasi terkait kerja sama, magang dan riset penelitian di kantor Atdikbud Kedutaan Besar Repubik Indonesia (KBRI) Paris, Perancis. Beliau menyatakan sangat terbuka bagi siapapun yang ingin menjalin relasi atau melaksanakan agenda bersama. Khususnya kepada perguruan tinggi maupun pelaku dibidang pendidikan dan kebudayaan lainnya. Humas UNS
Reporter: Ratri Hapsari
Editor: Dwi Hastuti