MUKADIMAH. Kita bisa memaknai puisi adalah jurnal yang paling personal. Tidak mesti dari pengalaman si penulis. Bisa jadi amatan paling dalam dari sekitar dirinya, sebab puisi umumnya berangkat dari rasa; berupa empati, kepekaan, kasihan, bercampur imaji.
Maka, aku sengaja mengumpulkan puisi-puisi 'serampangan' ini, yang kemudian terhimpun dalam kumpulan puisi berjudul Kasih(an) (2021) lalu dipublikasi di blog ini.
Seperti yang sudah tertera, ini ditulis sepanjang tahun 2021. Berbeda dengan orientasiku menulis Esai yang masih mempertimbangkan opini publik. Sebaliknya, puisi ini benar benar berangkat dari pandangan paling personal. Jadi selamat menikmati.
Lelaki paruh baya yang terbaring di dipan
Bergema
Penjuru
Sudut ruang
Sahut sahutan
Tangisan
Perpisahan
Tiada asa harapan
yang ada hanya; ratapan
Berbaring
Lelaki paruh baya
Pucat
Kaku
Terdiam
Dingin
Padahal sesak,
Padahal penuh orang tetap saja dingin
Aku disuruh mendekat
Mendekap
Nafas sesak
Aku enggan
Namun harus
Ini pamitan
Perpisahan
Aku disuruh ngaji
Di hadapan lelaki paruh baya
Aku enggan,
Tak bisa
Terbata-bata
Namun harus,
Aku cari yasin
Tidak ketemu,
Aku ikut kaku
Dingin
Tegang
Tak karuan
Kaku Aku
tak mau
Melihat lelaki paruh baya itu
Berdiam begitu
Di atas dipan, sebegitu
17 Januari 2021
Seabad Sembunyi
Sembunyi
Seabad lagi
Sembunyi
Nyanyian pagi
Kau Kukagumi
Parasmu membunuh hulu hati
Aku ingin bertemu di warung kopi
Tempat biasa kau bersemi
Namun itu cuma angan
Pertemuan kita kutakuti
Sebab aku anak angkringan
Kamu anak kopi
Aku minumnya es teh kampul
Kamu red velvet
Aku tak punya duit, dik.
Aku yakin biaya riasmu mahal,
aku tidak sanggup
Ku harap kamu mau
Meski aku tidak punya duit
Sekedar ngobrol tak mengapa
Asal kita bisa bertegur sapa
6 Maret 2021
Hujan Biar Berlalu
Hujan menikam
Jalan takaruan
Ta ada tujuan
Bayang-bayang di pinggir jalan
Angin berlalu
Hujan semakin ta menentu
Apa gerangan inginkan
Angin tanpa tujuan
Hujan isyaratkan untuk bersemi
di dipan sembari menunggu
pagi yang tak kunjung datang
Angin berlalu
Hujan berlalu
Malam berlalu
Pagi datang
Aku pulang
Sudah berlalu
Biar berlalu
Tanpa kata
Tanpa makna
Tanpa irama
Melainkan hampa
18 Mei 2021
Duh, Lara
Akhirnya keluh itu keluar
Peluh membasahi dahi
Terasa perih
Menyanyat sampai membelah udara
Tak tertahankan
Ia berceceran kata
Terus berbicara
Merona matanya
Merah wajahnya
Anggun perangainya
tertutup
oleh pecah air mata
Malam memahami laranya
Sebagaimana malam juga memberinya luka
yang serupa
Turut beduka, duh, lara.
Kelak kau akan menemukan; pelita di tengah prahara
5 Agustus 2021
Perempuan
Berbuat baik
ke perempuan
Memberi harap
juga asa
Adalah kesalahan
Paling brengsek
dariku
Perempuan,
Engkau tersakiti
Menjadi depresi
Sesak empati
Ditinggal pergi
Tidak dipenuhi
Segala janji
Karena
Kaumku
cukup brengsek
untuk kamu
Kamu boleh
Mengumpat
Membenci
Mencaci
Menyakiti
Apapun,
Asal kamu sembuh
dari luka yang mustahil
segala derita yang berkepanjangan
dan depresi yang tak karuan
Aku terima
semua umpatan
Sebab sudah terlanjur
Maaf tidak akan cukup
23 Agustus 2021
Kisah, Kesah, Kasih
Bertutur satu kisah
Bertabur keluh
Suara kesah
Terdengar latah
Sepenuh asih
Aku tutup kisah
dengan kasih
yang segera
Menjadi asa
bersama
23 Agustus 2021
Lalu Kepada Siapa
Pilu itu
sampai juga ke hulu
Duh, sendu
Kamu berharap pertemuan
Malah dibunuh rindu
Sampai batin keruh
Membekas luka
oleh khianat
yang menyayat
Lalu kamu diam
Tanpa melaknat
Apalagi mengumpat
Jika kamu mau
Berteduhlah
Aku adalah penadah
atas segala keluh itu
Aku tempat pelampiasan
atas derita kasmaran
Kapanpun kau mau
Sampai memutuskan
untuk kembali
atau menetap
*
Kata Hamka
Cinta bisa bersemi
Kepada nestapa
juga rasa iba
Cinta bebarengan
dangan rasa kasihan
atas cerita
derita
air mata
dan luka
Kapanpun kau menetap
Aku akan menanggung derita
Menampung cerita
Membendung nestapa
Menerima luka
Membasuh air mata
Menaruh iba
Memberi sepenuh cinta
Menerima segala asa
Asal kita bersama
Lalu kepada siapa
Kau akan menerima
rasa?
Memberi kasih
tanpa pamrih?
Agustus 2021
Terbayang
mati padam
merah meredam,
lilin meleleh,
bukan gelap yang terbayang,
malah wajahmu
ta' pernah padam
7 September 2021
Kalah
Aku kalah
Terhapus waktu
Aku pasrah
Terhadap hampa
Aku tak juga segera jumpa
Kepada nyanyi sunyi
yang menyayat bunyi
Sepi, aku sembunyi
Tapi sepi, mendapati bunyi
Aku terjebak
Berhenti sejenak
Tidak ada siapa-siapa
Perihal kata pun menjadi hampa
Kamu purnama
Aku cuma sengsara
Aku pasrah
Biar nyanyi sunyi mu menyayat
Meski perih, aku tak perduli
Aku tetap kagum,
namun sembunyi-sembunyi
Parasmu tetap anggun
Namun biar aku simpan saja
Tak usah aku ungkap
Biar aku dekap dalam-dalam
1 November 2021
Kasih(an)
Kamu
Tak berdaya
Terhadap
yang kamu sebut takdir
Berseling makna
Kamu nestapa
Hilang daya
Perlahan
Kamu hilang
Akan aku kenang
dalam perpisahan
Dekapan
Kasihan
Kasihan
Kasihan
Akupun hilang
Selamat jalan
Duh, kasih
an
31 Desember 2021