Wakil Presiden Pengembangan dan Standardisasi Teknologi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dr Zainal Arifin menjelaskan bahwa transisi energi adalah proses perubahan pola bagaimana energi diolah untuk kemudian dimanfaatkan, yang mana saat ini energi bahan bakar fosil mulai digantikan oeh energi terbarukan. “Kita bisa melihat key milestone transisi energi bermula dari Kyoto Protocol di tahun 1997,” paparnya.
Kyoto Protocol sendiri merupakan perjanjian bersama antar negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam mengatasi pemanasan global. Perjanjian ini memicu munculnya elektrifikasi atau pemakaian tenaga listrik pada alat-alat tertentu, seperti penggunaan energi angin, penggunaan energi matahari, penggunaan energi baterai dan sebagainya. Semenjak itu penggunaan energi terbarukan mulai diperhatikan, bahkan berkembang dengan cepat.
Dengan adanya dorongan proses digitalisasi teknologi, elektrifikasi di berbagai sektor mulai menjamur. Saat ini penggunaan listrik berkelanjutan di seluruh dunia telah mencapai 26% dan pada 2050 diperkirakan akan mencapai 86%. “Kita bisa melihat tren ini pada perkembangan mobil listrik, yang pada 2015 hanya berjumlah 500 ribu unit, sekarang sudah mencapai lebih dari 2 juta unit,” ungkap Zainal.
Lebih lanjut, alumnus Teknik Mesin ITS itu menjelaskan bahwa industri otomotif kini mulai beralih mengembangkan kendaraan listrik, mereka mulai gencar memproduksi baterai mobil listrik. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga mulai ditinggalkan. Bukan tanpa sebab, ia menyampaikan bahwa saat ini isu kelestarian lingkungan juga semakin diperhatikan. “Karena itu pasar penjualan dan konsumen untuk bahan bakar fosil juga makin berkurang,” tambahnya.
Dalam penjabarannya, Senior Lecture di Institut Teknologi PLN itu juga menyampaikan bahwa perubahan tren ini memengaruhi peluang kerja di setiap industri. Menurutnya, dengan meningkatnya elektrifikasi akan banyak jenis pekerjaan yang diambil alih oleh mesin, teknologi digital, dan alat-alat otomatis. Selain itu, suku cadang pada alat-alat listrik bakal lebih sedikit sehingga industri penghasil suku cadang juga akan semakin berkurang.
Sebagai contoh, ia menyebutkan banyak perusahaan berfokus pada bahan bakar fosil yang awalnya punya target berdiri selama 25 tahun justru terpaksa tutup 20 tahun lebih awal. Selain itu, industri minyak dan gas juga memangkas lebih dari 100 ribu pekerjaan pada 2020 lalu. “Ada juga perusahaan pembangkit listrik tenaga gas turbin yang terpaksa tutup karena kalah saing oleh energi terbarukan,” paparnya.
Di akhir presentasinya, Zainal memberikan saran kepada para mahasiswa agar tidak hanya mengandalkan kemampuan dasar tekniknya, tapi juga berbagai keahlian lainnya terutama di bidang teknologi informasi. “Memang basic mechanical akan jadi bahan utama nantinya, tapi kita juga perlu integrasi kemampuan dari bidang-bidang lain,” tutupnya. (*)
Reporter : ion20
Redaktur : Wening Vio Rizqi Ramadhani
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2021/03/28/its-bahas-dampak-transisi-energi-terhadap-dunia-industri/