Dosen Departemen Sistem Informasi ITS ini mengungkapkan, hingga kini banyak ditemui mahasiswa yang terlalu memfokuskan diri untuk mendapatkan IPK tinggi selama masa studinya, tak terkecuali mahasiswa ITS. Sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang akademis, Tony paham bahwa IPK memang penting, tetapi selain IPK masih ada hal lain yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah keahlian (skill).
“Sepenting-pentingnya IPK, tidak akan menjamin kesuksesan kalian (mahasiswa, red),” ucapnya kepada seluruh audiens.
Pria kelahiran Yogyakarta tersebut juga menyampaikan, sebagian besar mahasiswa yang ingin lulus cepat dengan IPK tinggi tidak memiliki skill yang memadai untuk bisa menjadi harga jual mereka. Oleh sebab itu, banyak sekali lulusan sarjana yang belum mendapat pekerjaan karena tidak mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki.
Walaupun jumlah pengangguran yang disumbang oleh lulusan SD jauh lebih besar, tetapi kenyataan bahwa sarjana yang menganggur pada tahun 2018 mengalami peningkatan merupakan hal yang sangat ironis. Hal ini menjadi tamparan bagi mahasiswa, mengingat bahwa hanya sepuluh persen dari total masyarakat usia belajar yang bisa mengenyam pendidikan sarjana.
“Untuk itu, mahasiswa diharapkan mampu memaksimalkan kesempatan yang mereka miliki dengan memperkaya ilmu pengetahuan dan skill dalam diri mereka,” tegas Tony.
Tony berpendapat, selama masih menyandang status mahasiswa, bukan sebuah masalah jika belum mengetahui pelbagai bidang ilmu sebab status mereka masih seorang pembelajar. Namun, ketika sudah lulus, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengetahui suatu hal, terlebih lagi yang berkaitan dengan keilmuannya.
Tony mengungkapkan, faktanya sebagian besar perusahaan tidak menggunakan IPK sebagai pertimbangan untuk merekrut karyawan. Yang seringkali menjadi atensi perusahaan-perusahaan besar ialah kemampuan mahasiswa sesuai bidang yang ditekuninya. Alih-alih menjadi suatu yang sangat menjanjikan, IPK tinggi malah menjadi suatu beban.
“Akan menjadi sangat memalukan jika memiliki IPK yang tinggi, tetapi di dunia kerja malah tidak bisa apa-apa,” celetuk dosen kelahiran 11 Desember 1975 ini.
Tony juga menuturkan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu justru mendapat pekerjaan lebih cepat. Hal tersebut lantaran, mereka lebih paham tentang apa yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Fokus memperkaya diri dengan skill-skill namun juga tidak melupakan untuk meningkatkan IPK.
“Meskipun sudah memiliki skill yang bagus, tapi IPK-nya tidak memadai ya sama saja,” kelakarnya.
Peraih gelar doktor di The Flinders University of South Australia ini juga menegaskan, sejatinya membicarakan mengenai target perusahaan mana yang dinginkan tak perlu menunggu lulus terlebih dahulu. Selama masih berkuliah seharusnya sudah memikirkan hal tersebut, sehingga memiliki waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan keahlian dan skill yang dibutuhkan
“Kesuksesan itu dipersiapkan bukan ditunggu. Siapa yang mempersiapkannya lebih awal, akan memperolehnya lebih awal pula,” ungkapnya ketika membahas mengenai peluang kerja mahasiswa.
Diakhir materi, Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa ITS yang hadir untuk tidak bangga bila mampu lulus cepat. Karena, jika tidak dibarengi pengalaman yang memadai, jalan menuju kesuksesan akan tersendat-sendat. Melalui acara yang digelar sejak pagi hingga sore ini, Tony memiliki harapan besar bagi para mahasiswa supaya setelah mereka lulus dari ITS bisa menjadi seseorang yang profesional dan kompeten dalam bidangnya masing-masing.
Selain itu, Ketua INDO-eGov Forum Indonesia ini juga mengimbau untuk membangun relasi dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk menunjang karir mereka. “Sekali lagi, 24 jam dalam sehari itu terlalu singkat jika kalian (mahasiswa ITS, red) hanya melakukan hal-hal kecil,” pungkasnya. (ion32/rur)
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2019/10/17/dosen-its-yakinkan-bahwa-ipk-tidak-menjamin-kesukseskan/