UNS – Imbas pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) langsung berdampak bagi ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang biasanya menggantungkan hidup dari pendapatan hasil berjualan, ojek, maupun buruh kini harus memutar otak agar bisa bertahan hidup dengan uang secukupnya.
Melihat kondisi ekonomi masyarakat yang semakin mengkhawatirkan, pakar matematika Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Sutanto Sastradiredja, DEA menyarankan agar masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan sistem barter.
“Pasar desa mulai dibuat barter beli tanpa uang. Saat ini saya sudah mulai,” kata Dr. Sutanto
Sistem barter yang ia sarankan tersebut sudah dipraktekkan melalui usaha kulinernya yang bernama Café Librairie.’ Dr. Sutanto mengatakan bila di Café Librairie tersebut pedagang relokasi sementara dari Pasar Legi yang menempati kios di seberang tempat usahanya dapat membeli makan siang dengan sistem barter. Nantinya, makanan yang dipesan akan dibarter dengan bahan Sembako dari pedagang pasar yang tidak laku.
“Di seberang ada pasar dengan pedagang-pedagang yang pendapatannya seret karena pagebluk Corona. Saya mempersilakan para pedagang membeli makan siang di sini dengan cara barter menggunakan dagangan yang tidak laku. Barter adalah sistem yang tepat untuk obat sementara bertahan dalam bisnis. Mudah-mudahan ada dermawan yang kasih modal berupa barang kebutuhan sehari-hari untuk guliran awal barter,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bila bahan Sembako dari para pedagang pasar dipatok dengan harga grosir yang dapat dibarter dengan makan siang, sembako, dan barang kebutuhan sehari-hari. Kebanyakan pembeli yang datang ke Café Librairie miliknya adalah para ‘bakul’ atau tukang gendong pasar.
Dr. Sutanto merinci harga Sembako yang dipatok dengan harga grosir yang dapat dibarter dengan makanan, seperti kacang panjang Rp 5.000/ kg, jagung manis Rp 2000/ biji, kol Rp 6000/ kg, pepaya Rp 15.000/ kg, bawang putih 10.000/ 0.25 kg, kencur 13.000, kunyit Rp 5.000/kg, lengkuas Rp 4.000/kg, jahe emprit Rp 36.000/kg, asem Rp 11.000/ kg, dan kerupuk merah Rp 7.000/ kg.
Dari hasil barter tersebut, bahan Sembako dari pedagang pasar selanjutnya dipasarkan kepada pembeli melalui platform online, seperti melalui WhatsApp Group maupun Facebook. Bila ada pembeli yang memesan secara online, maka bahan sembako tersebut akan dikirimkan kepada pembeli melalui jasa aplikasi angkutan barang online.
“Lantas hasil barter tersebut, kami carikan pembeli via online di FB Café Librairie atau ke WAG. Dan Alhamdulillah, seminggu ini banyak dermawan yang baik hati mau membeli hasil barter tersebut meski tidak semua. Barang hasil barter kami display lagi di hari berikutnya,” ucapnya.
Dr. Sutanto yang merupakan pakar matematika UNS tersebut lantas menjelaskan model matematika sudah seharusnya tidak lagi membahas model penyebaran infeksi Covid-19. Namun, ilmu matematika dapat digunakan untuk model matematika barter.
“Akhirnya bicara matematika lagi, bukan model penyebaran virus corona bedebah itu, tapi model matematika barter: transformasi pasar tradisional menuju e-commerce yang merupakah amanah rumus Fisher MxV=PxT,” terang Dr. Sutanto. Humas UNS/Yefta