Dalam orasi ilmiah pengukuhannya, Rabu (31/3) nanti, dosen yang akrab disapa Suastika ini memaparkan hasil risetnya yang berjudul Peran Dinamika Fluida Komputasi dalam Riset dan Inovasi Teknik Perkapalan untuk Kemajuan Bangsa. Riset yang menghantarkan Suastika menjadi guru besar itu, membahas mengenai penerapan CFD dalam upaya untuk mengurangi hambatan kapal, dengan demikian dapat mengurangi konsumsi bahan bakar pada kapal.
CFD atau biasa kita kenal dengan nama dinamika fluida komputasi adalah salah satu cabang ilmu mekanika fluida yang menerapkan metode numerik dalam mempelajari fenomena aliran fluida. Dosen Departemen Teknik Perkapalan ITS tersebut mengungkapkan bahwa perangkat lunak CFD dipilih karena dinilai lebih praktis. “CFD dapat disimpan dalam satu server dan diakses di manapun, selain itu eksperimen yang dilakukan lebih hemat biaya dibandingkan dengan melakukan pengujian fisik,” kata lelaki kelahiran Klungkung, 31 Desember 1969 ini.
Dosen yang bergelut di bidang hidrodinamika ini menjelaskan, dalam aplikasinya CFD digunakan untuk memprediksi besar hambatan kapal. Menurut keterangan Suastika, mengetahui hambatan kapal penting dilakukan karena berkaitan erat dengan daya mesin yang dibutuhkan untuk menggerakkan kapal. “Jika kita meminimalkan hambatan, maka dapat menggunakan mesin yang lebih kecil, sehingga polusi yang dihasilkan tidak banyak,” ujarnya.
Lebih lanjut, lelaki yang pernah menghabiskan masa hidupnya selama 15 tahun di Belanda ini menerangkan bahwa secara garis besar riset ini difokuskan pada dua topik, yakni prediksi hambatan gesek akibat kekasaran tak-homogen dan penerapan vane atau hidrofoil sebagai energy saving device pada kapal.
Suastika menguraikan, kekasaran pada lambung kapal dapat meningkatkan hambatan secara signifikan. Contoh dalam praktiknya adalah adanya biofouling, yang mana merupakan tanaman, kerang, atau hewan laut yang menempel pada lambung kapal. Ia juga berujar bahwa penyebaran biofouling tidak merata, oleh karena itu kekasarannya bersifat tak-homogen. “Kekasaran tak-homogen akibat biofouling ini dimodelkan dengan CFD dan diperkirakan dapat meningkatkan hambatan hingga 80 persen,” terangnya.
Setelah dilakukan pemodelan menggunakan CFD, didapatkan hasil yang menarik perhatian Suastika. Hasil pertama adalah pengaruh urutan kekasaran sangat menentukan kekasaran akhir, jika dimulai dengan kekasaran tinggi, maka hambatannya lebih tinggi. Kedua adalah jika pola kekasaran sama walaupun dengan panjang pelat berbeda, koefisien hambatannya akan tetap sama, hal ini disebut dengan hukum keserupaan. “Saya menyimulasikan dengan panjang pelat yang berbeda, yaitu 30, 60, 120, dan 240 meter,” papar lelaki asal Bali tersebut.
Selain itu, didapatkan hasil bahwa jika aliran melewati tinggi kekasaran secara mendadak, maka koefisien hambatan lokalnya mengalami overshoot. Sebaliknya, jika tinggi kekasaran menurun maka akan terjadi undershoot. “Fenomena ini masih menjadi objek studi terkini yang aktif dan menarik untuk diteliti,” ujar Suastika.
Tak hanya itu, pada riset ini Suastika juga memaparkan mengenai pemanfaatan vane atau hidrofoil sebagai energy saving device pada kapal, yang mana tujuannya juga untuk mengurangi hambatan. Setelah dilakukan simulasi menggunakan CFD, didapatkan hasil yang senada dengan hasil eksperimen di laboratorium. “Hal ini akan menjadi arah penelitian ke depan dengan mengembangan teknik pengendalian vane menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI),” harapnya.
Di akhir, Suastika menyampaikan bahwa sebagai negara kepulauan, pengembangan infrastruktur dan peningkatan konektivitas maritim di Indonesia menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan teknologi dan penguasaan ilmu dasar yang baik, seperti halnya mekanika fluida dan CFD. “Saya harap hasil dari riset ini dapat digunakan dalam praktik di bidang perkapalan untuk kemajuan bangsa,” tutupnya. (HUMAS ITS)
Reporter : Megivareza Putri Hanansyah
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2021/03/30/guru-besar-its-prediksi-hambatan-kapal-gunakan-cfd/